Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten, mengapresiasi dalam dua tahun terakhir tidak ditemukan korban perdagangan manusia karena tingkat kesadaran masyarakat di daerah itu meningkat.

"Kita terus mengimbau masyarakat agar mewaspadai perdagangan manusia dengan modus bekerja ke luar daerah dan dijanjikan penghasilan besar," kata Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Tajudin Yamin saat dihubungi di Lebak, Kamis.

Pada 2017 dua anak warga Lebak menjadi korban perdagangan manusia atau "human trafficking" dan ditemukan di Batam saat hendak diselundupkan ke Singapura.

Warga Kabupaten Lebak yang menjadi korban perdagangan anak itu di antaranya anak suku Badui.

Korban perdagangan manusia itu tertipu modus penawaran pekerjaan ke luar daerah dengan iming-iming gaji besar.

Para pelaku itu mendatangi masyarakat yang tinggal di pelosok-pelosok desa dengan kondisi ekonomi mereka banyak yang terlilit kemiskinan serta berpendidikan rendah.

"Kami meminta orang tua agar tidak mudah melepas anaknya untuk bekerja ke luar daerah," katanya.

Menurut dia, pemerintah daerah mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa anak tidak boleh bekerja ke luar daerah.

Di samping itu pihaknya juga dibantu relawan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) agar mereka tidak mudah tergiur  bekerja ke luar daerah.

Petugas kepolisian juga bertindak tegas terhadap pelaku perdagangan manusia dan bisa dikenakan UU Nomor 21 tahun 2007 yang pada Pasal 2 menyebutkan pelaku perekrutan, penampungan, pengiriman hingga penyekapan bisa dipenjara antara 3 sampai 15 tahun. Selain itu juga dikenakan denda sebesar Rp120 miliar.

"Kami minta jika ada orang tidak dikenal menawarkan pekerjaan,  patut diwaspadai guna mencegah perdagangan manusia," katanya.


 

Pewarta: Mansyur suryana

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019