Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Serang, Banten, menindak sebuah apotek berinisial G atas dugaan menjual obat setelan.

Obat setelan sering disebut sebagai "obat dewa" berupa kombinasi beberapa obat yang biasanya dalam kemasan plastik yang diklaim dapat menyembuhkan penyakit tertentu.

Kepala BBPOM Serang Mojaza Sirait di Serang, Senin, mengatakan bahwa apotek tersebut diduga melakukan tindak pidana karena pelanggaran di bidang kesehatan terkait dengan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau keamanan, khasiat, dan mutu.

"Pada tanggal 9 Oktober 2024 penyidik PNS BBPOM di Serang bersama Korwas Polda Banten, Dinas Kesehatan Kota Cilegon, dan BAIS melakukan operasi penindakan terhadap salah satu apotek yang berada di kota Cilegon," ujat Mojaza.

Baca juga: Loka POM Kota Tangerang sita 9.598 produk obat ilegal asal Amerika Serikat

Operasi penindakan ini, kata dia, merupakan hasil tindak lanjut pengawasan yang telah dilakukan oleh petugas pengawas pada tanggal 19 September 2024.

Dugaan tindak pidana tersebut akibat ditemukan lagi tempat penyimpanan obat yang telah dilepaskan dari kemasan aslinya, kemudian dikemas kembali dengan plastik klip sebagai obat setelan.

Setidaknya terhadap dugaan tersebut, BBPOM Serang telah melakukan pemeriksaan pada apotek G tersebut sejak 2019, kemudian memberikan pembinaan dan sanksi administratif terhadapnya.

Dalam konferensi pers, Mojaza menunjukkan obat yang dilepas dari kemasan asli sekitar 400.000 butir tablet dari 60 item bukti sitaan. Namun, hanya memberi sampel satu plastik klip kecil yang disebut obat setelan.

Baca juga: Pemkab Tangerang periksa contoh bahan pangan di pasar tradisional

Mojaza mengatakan bahwa obat setelan ini juga merupakan campuran obat keras, lalu dijual tanpa resep dokter serta memiliki resiko timbulnya efek samping apabila digunakan tanpa resep dokter.

"Obat ini dapat dikatakan berisiko pada kesehatan, antara lain, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan metabolisme tubuh," ujar Mojaza.

Dugaan pelanggaran tersebut masih diperlukan pendalaman terhadap saksi-saksi. Apabila terbukti, terancam Pasal 435 dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp5 miliar.

Baca juga: BPOM Tangerang temukan makanan mengandung zat berbahaya

Sementara itu, salah satu pemilik dari apotek G, EM, usai pemeriksaan di BBPOM Serang mengatakan bahwa pihaknya tidak diberikan ruang klarifikasi sejak penyidakan dan penyitaan terhadap obat-obatan tersebut.

Padahal, kata EM, obat-obatan tersebut disimpan di lantai tiga gedung apotek, bahkan telah dikupas untuk dimusnahkan. Terlebih apotek seharusnya menjadi mitra bagi BBPOM Serang.

"Jadi, tim BPOM Serang melakukan sidak pada bulan September. Di lantai tiga gudang barang tidak dipakai ditemukan obat yang telah dikupas untuk dimusnahkan. Itu dibawa oleh tim tersebut, kemudian dijadikan barang bukti tanpa melaksanakan klarifikasi sidak lagi pada tanggal 9 Oktober, langsung tidak lama dari itu memanggil sebagai saksi," ujar EM.

EM mengatakan bahwa sidak bersama tim gabungan BBPOM, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum pada bulan Oktober tanpa menempuh proses corrective action preventive action (CAPA) atau ruang klarifikasi untuk sidak bulan sebelumnya.

"Jadi, ini semua diduga dipaksakan, antara hasil temuan sidak dengan berita acara pemanggilan kami sebagai saksi. Kami minta keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan prosedur," kata EM.

Baca juga: Kota Tangerang raih penghargaan kota pangan aman terbaik dari BPOM

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2025