Meninggalnya ratusan penonton sepak bola pasca laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan membuat Ulama Muda Jatim, M. Habibi angkat bicara.
Tragedi yang menurut kabar menewaskan 180 orang ini disebut-sebut merupakan peristiwa memalukan dunia pesepakbolaan Indonesia.
Baca juga: Ini saran Tokoh Jatim Terkait tragedi Stadion Kanjurahan
Habibi mengatakan bahwa korban tewas bukan karena suporter yang turun ke lapangan, melainkan karena panik saat aparat menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Ia menjelaskan bahwa gas yang membuat mata sakit dan dada sesak membuat para penonton berusaha menyelamatkan diri keluar, namun karena pintu terlalu kecil dan tak ada jalur evakuasi, mereka saling berhimpitan hingga kehabisan nafas.
Padahal, aturan dalam dunia persepakbolaan dengan tegas melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
"Sesuai Aturan FIFA penggunaan gas air mata saat pertandingan sepak bola memang dilarang. FIFA menulis aturan dengan pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan. Bunyinya, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," kata Habibi dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Oktober 2022.
"Tapi Fakta di lapangan Kenapa polisi cara menyelesaikanya dengan menembakan Gas Air mata ke beberapa Tribun? Padahal hal tersebut sudah menyalahi aturan FIFA. Ataukah Polisi tidak tau protap pertandingan Sepak bola nasional?," imbuhnya.
Ia berharap ketegasan Kapolda Jatim dan Kapolres Malang terkait adanya tragedi ini, dan di sinilah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus tegas untuk melakukan tindakan kepada Kapolda Jatim dan Kapolres Malang, karena polisi sebagai penanggung jawab penuh keamanan selama pertandingan.
"Apalagi menurut kabar yang saya dengar, Nico selaku Kapolda Jatim tidak terlihat di lokasi. ini fatal sekali. Kejadian seperti ini tapi Kapolda tak terlihat," kata mahasiswa Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Pascasarjana Universitas Indonesia ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022
Tragedi yang menurut kabar menewaskan 180 orang ini disebut-sebut merupakan peristiwa memalukan dunia pesepakbolaan Indonesia.
Baca juga: Ini saran Tokoh Jatim Terkait tragedi Stadion Kanjurahan
Habibi mengatakan bahwa korban tewas bukan karena suporter yang turun ke lapangan, melainkan karena panik saat aparat menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Ia menjelaskan bahwa gas yang membuat mata sakit dan dada sesak membuat para penonton berusaha menyelamatkan diri keluar, namun karena pintu terlalu kecil dan tak ada jalur evakuasi, mereka saling berhimpitan hingga kehabisan nafas.
Padahal, aturan dalam dunia persepakbolaan dengan tegas melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
"Sesuai Aturan FIFA penggunaan gas air mata saat pertandingan sepak bola memang dilarang. FIFA menulis aturan dengan pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan. Bunyinya, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," kata Habibi dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Oktober 2022.
"Tapi Fakta di lapangan Kenapa polisi cara menyelesaikanya dengan menembakan Gas Air mata ke beberapa Tribun? Padahal hal tersebut sudah menyalahi aturan FIFA. Ataukah Polisi tidak tau protap pertandingan Sepak bola nasional?," imbuhnya.
Ia berharap ketegasan Kapolda Jatim dan Kapolres Malang terkait adanya tragedi ini, dan di sinilah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus tegas untuk melakukan tindakan kepada Kapolda Jatim dan Kapolres Malang, karena polisi sebagai penanggung jawab penuh keamanan selama pertandingan.
"Apalagi menurut kabar yang saya dengar, Nico selaku Kapolda Jatim tidak terlihat di lokasi. ini fatal sekali. Kejadian seperti ini tapi Kapolda tak terlihat," kata mahasiswa Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Pascasarjana Universitas Indonesia ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022