Jamaah Muslimin (Hizbullah) samasekali tidak ada hubungan secara organisatoris dengan Khilafatul Muslimin, dan selama ini tidak pernah tersangkut atau terlibat pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Jamaah Muslimin (Hizbullah) Agus Sudarmaji dalam siaran persnya, Selasa (14/6/2022) terkait adanya pemberitaan tentang penangkapan pimpinan Khilafatul Muslimin dan adanya fitnah yang mengkait-kaitkannya dengan Jamaah Muslimin (Hizbullah).
Disebutkan, sejak Jamaah Muslimin (Hizbulah) ditetapkan pada 1953, Ormas tersebut tidak bergerak di bidang politik dan tidak berideologi politik, tapi berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan, pendidikan dan kemanusiaan.
Jamaah Muslimin selama ini telah mendirikan pondok pesantren, rescue, bakti sosial, dan pembinaan umat dalam bentuk ceramah keagamaan. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, Jamaah Muslimin berkontribusi positif dalam membangun masyarakat dan bangsa.
Adapun maksud “Khilafah ala minhajin Nubuwah” yang sering disampaikan para mubaligh Jamaah Muslimin adalah pola dan metodologi kepemimpinan yang mengacu kepada contoh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin (Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib).
Pola dan metodologi kepemimpinan umat dimaksud bersifat non politik, dan tidak mengacu kepada khilafah yang dipraktekkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan yang berbentuk mulkan (politik).
Disebutkan pula, apa yang diamalkan Jamaah Muslimin selama ini adalah semata-mata untuk melaksanakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta telah dikaji oleh para ulama sebagai wujud pengamalan Syariat Islam, yaitu membangun kesatuan umat dalam wadah kemasyarakatan Islam yang berdasarkan misi kenabian.
Di mana pun berada, lanjutnya, kemasyarakatan Islam tidak mengusik kekuasaan setempat (berikut ideologi dan sistem sosial politik yang dianut), melainkan berusaha mendorong kehidupan yang damai dan harmonis di tengah keragaman budaya dan agama.
Jamaah Muslimin lebih lanjut mengajak semua pihak untuk saling menghormati dan menjauhi konflik, apalagi permusuhan yang bisa mengakibatkan munculnya perbuatan yang Allah haramkan, yaitu pertumpahan darah di muka bumi.
Ditegaskan pula, Jamaah Muslimin meyakini bahwa tidak ada negara Islam. Nabi Muhammad Shalalallahu ‘alayhi wassalam bukanlah kepala negara ataupun tokoh politik, melainkan Utusan Allah yang misi utamanya untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ‘alamiin).
Nabi Muhammad juga tidak mencontohkan pembentukan negara dan pemerintahan dengan tujuan politik tertentu, demikian Sekretaris Jamaah Muslimin (Hizbullah) Agus Sudarmaji.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022
Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Jamaah Muslimin (Hizbullah) Agus Sudarmaji dalam siaran persnya, Selasa (14/6/2022) terkait adanya pemberitaan tentang penangkapan pimpinan Khilafatul Muslimin dan adanya fitnah yang mengkait-kaitkannya dengan Jamaah Muslimin (Hizbullah).
Disebutkan, sejak Jamaah Muslimin (Hizbulah) ditetapkan pada 1953, Ormas tersebut tidak bergerak di bidang politik dan tidak berideologi politik, tapi berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan, pendidikan dan kemanusiaan.
Jamaah Muslimin selama ini telah mendirikan pondok pesantren, rescue, bakti sosial, dan pembinaan umat dalam bentuk ceramah keagamaan. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, Jamaah Muslimin berkontribusi positif dalam membangun masyarakat dan bangsa.
Adapun maksud “Khilafah ala minhajin Nubuwah” yang sering disampaikan para mubaligh Jamaah Muslimin adalah pola dan metodologi kepemimpinan yang mengacu kepada contoh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin (Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib).
Pola dan metodologi kepemimpinan umat dimaksud bersifat non politik, dan tidak mengacu kepada khilafah yang dipraktekkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan yang berbentuk mulkan (politik).
Disebutkan pula, apa yang diamalkan Jamaah Muslimin selama ini adalah semata-mata untuk melaksanakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta telah dikaji oleh para ulama sebagai wujud pengamalan Syariat Islam, yaitu membangun kesatuan umat dalam wadah kemasyarakatan Islam yang berdasarkan misi kenabian.
Di mana pun berada, lanjutnya, kemasyarakatan Islam tidak mengusik kekuasaan setempat (berikut ideologi dan sistem sosial politik yang dianut), melainkan berusaha mendorong kehidupan yang damai dan harmonis di tengah keragaman budaya dan agama.
Jamaah Muslimin lebih lanjut mengajak semua pihak untuk saling menghormati dan menjauhi konflik, apalagi permusuhan yang bisa mengakibatkan munculnya perbuatan yang Allah haramkan, yaitu pertumpahan darah di muka bumi.
Ditegaskan pula, Jamaah Muslimin meyakini bahwa tidak ada negara Islam. Nabi Muhammad Shalalallahu ‘alayhi wassalam bukanlah kepala negara ataupun tokoh politik, melainkan Utusan Allah yang misi utamanya untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ‘alamiin).
Nabi Muhammad juga tidak mencontohkan pembentukan negara dan pemerintahan dengan tujuan politik tertentu, demikian Sekretaris Jamaah Muslimin (Hizbullah) Agus Sudarmaji.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022