Jakarta (ANTARA) - Gerakan budaya berbasis busana mempunyai dampak yang cukup besar hingga melebihi perkiraan, kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Hilmar Farid.
“Ini bisa jadi 'statement' (pernyataan) dan identitas bahwa Indonesia punya tradisi panjang dan mulia. Gerakan berbasis busana memang melampaui apa yang kita kira,” kata dia di Jakarta, Selasa.
Hilmar menyampaikan hal itu dalam diskusi tentang kebaya yang digelar oleh Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia di Museum Nasional, Jakarta.
Menurut dia, Gerakan Indonesia Berkebaya yang saat ini sudah dimulai setiap Selasa bisa memengaruhi penggunaan busana tradisional lainnya untuk aktivitas masyarakat sehari-hari.
Baca juga: Kepsek di Kota Tangerang diingatkan bangun budaya anti-pungli
"Nanti ada gerakan Indonesia berwastra. Kita sambut dengan baik, sudah ada setiap baju nasional dari daerahnya masing-masing. Jadi segala macam baju dicoba, saya misalnya sering pakai (ikat kepala, red.) Bali,” ucap dia.
Lebih jauh lagi, kata dia, gerakan seperti itu bisa berdampak baik pada perajin busana tradisional.
Visi gerakan itu pun dinilai senafas dengan Pidato Visi Indonesia Jokowi yang hendak memperkuat kembali Indonesia sebagai rumah besar Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika di dalamnya.
“Gerakan Indonesia berkebaya ini juga betul-betul dapat menumbuhkan kepercayaan diri bahwa ini kita landasan satu. Pancasila ini rumah,” ucap dia.
Baca juga: Kemendikbud tetapkan Banten Lama warisan cagar budaya nasional