Pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Kabupaten Lebak, Banten, ditargetkan pada awal 2025 melalui pelaksanaan program Local Service Delivery Improvement Program (LSDP) kerja sama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Bank Dunia.
"Kami berharap pembangunan TPST itu nantinya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan ekonomi masyarakat setempat," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lebak Nana Mulyana, di Rangkasbitung, Lebak, Selasa.
Pembangunan TPST pada program LSDP itu sumber dana hibah Bank Dunia (World Bank) senilai Rp171 miliar yang digagas oleh Kemendagri.
Konsep pengelolaan sampah dari hulu sampai hilir dengan membangun TPST di dua lokasi Tempat Penampungan Akhir (TPA) Kedung seluas 2 hektare dan TPA Cihara.
Selain itu, juga dibangun Tempat Penampungan Sementara (TPS ) di lima kecamatan, antara lain Curugbitung, Cibeber, Leuwidamar, Rangkasbitung, dan Banjarsari.
Baca juga: Pemkab Lebak realisasikan pembangunan TPST pada 2025
Baca juga: Pemkab Lebak realisasikan pembangunan TPST pada 2025
Pembangunan TPST melibatkan lima organisasi perangkat daerah (OPD), yakni satu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) penyediaan sarana dan prasarana, kedua Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) membangun rekonstruksinya, ketiga koordinator dari Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Balitbangda), keempat Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) sosialisasi ke masyarakat dan kelima Dinas Kesehatan (Dinkes) advokasi ke masyarakat tentang pola hidup sehat.
"Produksi TPST itu nantinya bisa menampung sampah 500 ton per hari," katanya menjelaskan.
Menurut dia, produksi sampah yang datang ke TPST itu langsung dimasukkan ke cerobong , tetapi di situ ada pemilah manual untuk memilah sampah yang memiliki nilai ekonomi, seperti plastik.
Selanjutnya, sampah tersebut dimasukkan ke dalam mesin dan keluar sampah organik dan sampah non organik.
Baca juga: DLH Tangerang diinstruksikan optimalkan TPST olah sampah masyarakat
Baca juga: DLH Tangerang diinstruksikan optimalkan TPST olah sampah masyarakat
Untuk sampah non organik, dijadikan Refuse Derived Fuel (RDF) menjadi produk bahan bakar untuk PT Pabrik Semen Cemendo, sedangkan sampah organik dijadikan magot untuk perusahaan pakan PT Pokphand.
Selain itu, juga bisa bekerja sama dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bidang perikanan sebagai bahan pakan ikan tawar.
"Kami memperkirakan untuk penjualan RDF ke PT Pabrik Semen Cemendo mencapai Rp40 juta per hari dan ditambah lagi jual magot ke PT Pokphand," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, pengelolaan sampah proyek LSDP atau proyek peningkatan penyediaan layanan lokal bertujuan meningkatkan PAD dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pemerintah daerah bisa saja pengelolaan sampah itu dikelola oleh pihak ketiga, sehingga dapat menyerap lapangan pekerjaan masyarakat. Selain itu, juga hasil produksi pengelolaan sampah bisa mendongkrak peningkatan PAD.
"Kami yakin proyek TPST berdampak positif terhadap PAD dan ekonomi masyarakat," katanya pula.
Baca juga: Pemkab Serang resmikan penggunaan alat pengolah sampah terpadu
Baca juga: Pemkab Serang resmikan penggunaan alat pengolah sampah terpadu