Pemerintah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menggelar Festival Kopi selama lima hari atau tepatnya pada 14-19 Desember 2022 guna mendorong peningkatan ekonomi petani dan pelaku usaha.
"Penyelenggaraan festival kopi itu untuk memotivasi pelaku usaha dan petani, sehingga dapat mendongkrak omzet pendapatan ekonomi," kata Kepala Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Abdul Waseh di Lebak, Rabu.
Festival kopi yang dilaksanakan di Alun-alun Timur Rangkasbitung dengan menampung 40 stan untuk pelaku usaha kopi antara lain karena selama ini, pencinta kopi di Indonesia cukup banyak dan menjadi pangsa pasar bagi petani dan pelaku usaha.
Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak minta warga waspadai angin kencang
Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak minta warga waspadai angin kencang
Ia mengemukakan, produksi kopi yang dikembangkan petani Kabupaten Lebak cukup besar di Provinsi Banten, sehingga dapat menyumbangkan pendapatan ekonomi masyarakat. "Saat ini juga pelaku usaha kopi di daerah ini tumbuh dan berkembang, sehingga mampu menyerap tenaga kerja lokal," ucapnya.
Sebetulnya, kata dia, produksi kopi di Kabupaten Lebak ke depan bisa menjadi sentra penghasil kopi terbesar di Indonesia, karena didukung lahan yang luas, seperti di Kecamatan Sobang, Cibeber, Cilograng, Panggarangan, Cigombong, Cilograng, Cihara, Bayah, Cimarga, Muncang, Leuwidamar, Cileles, Sajira, Banjarsari, Gunungkencana, Cijaku dan Malingping.
Ia memaparkan, untuk produksi kopi di atas 600 meter permukaan laut kebanyakan jenis kopi Robusta dan di bawah 600 meter jenis kopi Arabika. Namun, jika kopi itu dipasok ke Rangkasbitung maka jenis kopi bercampur antara Robusta dan Arabika.
Disebutkan, petani diharapkan dapat memilah-milah antara kopi Robusta dan Arabika, sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas.
"Dengan Festival Kopi itu nantinya didiskusikan bagaimana petani dapat meningkatkan kualitas," katanya.
Sementara itu, Bili (30) perajin kopi Leuit Badui mengatakan pihaknya telah membuka usaha kopi itu sejak tahun 2016 hingga kini tetap eksis dan bisa meraup keuntungan bersih Rp10 juta/bulan.
Menurut dia, produksi kopi Leuit Badui itu didatangkan dari petani lokal sehingga bisa membantu pendapatan ekonomi mereka.
"Kami merasa bersyukur dengan mengikuti Festival Kopi, dan diharapkan dapat meningkatkan omzet pendapatan ekonomi," kata Bili.