Serang (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pelarangan sementara obat sirup pada anak adalah langkah konservatif untuk mencegah meluasnya penyakit gagal ginjal akut. Langkah ini dilakukan sambil menunggu BPOM memfinalisasi temuan mereka soal tiga zat kimia berbahaya pada obat sirup.
"Memang sudah ada 99 balita yg meninggal, 99 balita yang terkena gangguan ginjal akut terdeteksi memiliki 3 zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE), " tutur Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin usai melakukan Gebyar Hari Kesehatan Nasional ke 58 di Bumi Perkemahan Kwarda Banten, Walantaka, Serang, Banten, Kamis (20/10/2022).
Baca juga: BBPOM: obat sirup terkontaminasi EG dan DEG tidak beredar di Indonesia
Budi mengambil posisi konservatif dengan mengambil sample darahnya, serta memeriksa apa terdapat zat kimia berbahaya yang merusak ginjal. Kemudian mendatangi rumahnya dengan mengecek obat-obatan apa yang di minum.
"Itu kita ambil tindakan preventif, karena meninggalnya ini sudah mencapai puluhan perbulan sedangkan yang terdeteksi sekitar 35-an per bulan. Saat ini Rumah Sakit sudah mulai penuh," ungkap Budi.
Lanjut Budi, sementara Kemenkes melarang penggunaan obat-obatan sirup. Mengingat balita yang teridentifikasi gangguan ginjal akut sudah mencapai 35-an per bulan.
"Kita larang dulu sementara, supaya tidak bertambah lagi korban balita-balita. Kl sampai BPOM memastikan obat mana yg sebenarnya berbahaya," terangnya.
Budi menyebut, sebenarnya kasus gangguan ginjal akut anak terjadi di banyak Negara lain, diantaranya India, dan China, segala macam zat kimia ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) itu menyebabkan kematian banyak di negara,"Seperti kita lihat obat yang di konsumsi korban meninggal itu diproduksi disini," sebutnya.
Menkes: Pelarangan obat sirup upaya cegah penyakit gagal ginjal akut
Kamis, 20 Oktober 2022 16:09 WIB
Itu kita ambil tindakan preventif, karena meninggalnya ini sudah mencapai puluhan perbulan sedangkan yang terdeteksi sekitar 35-an per bulan