Pemerintah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten memfokuskan penanganan 126..800 kepala keluarga (KK) untuk mencegah prevalensi kasus stunting melalui pemberdayaan program, penyuluhan dan sosialisasi kesehatan.
"Kita jangan sampai 126.800 KK pasangan usia subur (PUS) melahirkan anak stunting atau terjadi kekerdilan," kata Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Hj Tuti Nurasiah di Lebak, Senin.
Baca juga: Telkomsel Upgrade Jaringan 3G ke 4G/LTE di Tangsel dan Lebak Juli 2022
Baca juga: Telkomsel Upgrade Jaringan 3G ke 4G/LTE di Tangsel dan Lebak Juli 2022
Pemerintah Kabupaten Lebak memfokuskan penanganan kasus prevalensi stunting itu lebih diprioritaskan dari keluarga yang masuk kategori rawan stunting.
Mereka keluarga yang rawan stunting itu berbagai faktor antara lain lemahnya daya beli warga yang mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan nutrisi.
Faktor lainnya , kata dia, minimnya pendidikan masyarakat juga lingkungan tidak memiliki fasilitas air bersih dan tak ada jamban sehingga buang air besar (BAB) sembarangan.
Berdasarkan data tahun 2021 tercatat 226.633 KK di Kabupaten Lebak di antaranya sebanyak 126.800 KK masuk kategori keluarga rawan stunting.
"Kami memfokuskan 126.800 KK itu harus diselamatkan agar tidak melahirkan generasi stunting," katanya menjelaskan.
Untuk pencegahan stunting itu, kata dia, pemerintah daerah berkolaborasi dengan semua instansi terkait untuk melaksanakan program pemberdayaan, seperti masuk peserta Program Keluarga Harapan (PKH), BPJS PBI dan Program Bantuan Pangan Non Tunai ( BNPT).
Mereka juga mendapatkan program pemberdayaan ekonomi ,sehingga mendorong
Peningkatan daya beli masyarakat. Pemerintah daerah juga membantu fasilitas kesehatan lingkungan dengan sarana air bersih dan jamban yang layak.
Begitu juga petugas medis mengoptimalkan penyuluhan dan sosialisasi tentang kesehatan juga pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
Penyuluhan dan sosialisasi agar meningkatkan pemahaman masalah kesehatan ibu hamil dan kesehatan bayi sehingga tidak salah pola asuh.
Pemerintah daerah juga memberikan bantuan kepada keluarga rawan stunting berupa makanan pendamping, akseptor KB hingga pelayanan kesehatan secara rutin.
Dengan penanganan stunting secara kolaborasi, ujar dia, angka prevalensi stunting menurun dari hasil penimbangan balita pada Juni 2022 tercatat 5.596 kasus dari sebelumnya 6.495 atau 5,58 persen dari total 101.073.
"Kami tahun ini mengalokasikan dana untuk memfokuskan 126.800 KK rawan stunting guna mendukung penurunan stunting 14 persen pada 2024," katanya.
Sementara itu, Eha (25) warga Rangkasbitung mengaku dirinya masuk kategori keluarga rawan stunting, sehingga kerapkali kedatangan petugas puskesmas dan relawan pendamping memberikan tentang penyuluhan kesehatan saat hamil maupun setelah kelahiran bayi.
Selain itu juga kondisi lingkungan kini terbantu pasokan air bersih dari satelit dan mendapatkan toilet gratis.
"Kami menyambut positif kebijakan pemerintah daerah membantu masyarakat dari keluarga tak mampu agar sehat ibu maupun bayi, sehingga dapat mencegah stunting, " kata Eha yang suaminya berprofesi ojeg motor.