Tangerang (Antara News) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Provinsi Banten Vidi Surfiadi mengatakan anggotanya saat ini masih mengalami kendala perizinan dari pemerintah daerah dalam pengadaan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah.
"Selama ini perlakuan pemda untuk izin rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah masih sama saja dengan rumah menengah atas," kata Vidi di Tangerang, Minggu, usai meresmikan kantor DPD Apersi Banten di Kota Tangerang sekaligus peringatan HUT ke-15.
Vidi yang juga didampingi Sekjen DPD Apersi Banten Michael Kurniawan mengatakan bahwa kebijakan pemda soal perizinan bagi rumah yang ditujukan masyarakat berpendapatan rendah masih belum sejalan dengan pemerintah pusat.
Ia mengatakan bahwa soal izin ini juga akan dibahas dalam penyelenggaraan musda di Tangerang pada tanggal 13 Oktober 2013. Dalam ajang tersebut merupakan kesempatan untuk menyamakan persepsi dan visi organisasi terhadap pembangunan hunian bagi MBR.
Menurut Vidi, seharusnya dibedakan perlakuan dalam mengurus izin bagi MBR dengan izin untuk realestat, bukan disamakan seperti sekarang.
Perlakuan tidak adil itu tidak hanya soal perizinan, tetapi juga dalam pengurusan sertifikat yang seluruhnya mencapai 15 persen dari harga rumah, belum termasuk biaya pemecahan sertifikat mencapai 40 persen, jelasnya.
Ia memandang perlu keberpihakan seluruh stakeholder untuk membangun rumah bagi MBR dengan adanya musda diharapkan hal ini dapat memberikan rangsangan, terutama pemda untuk memberikan dukungan.
Meski Apersi sebagian besar anggotanya membangun rumah untuk pasar MBR, menurut dia, makin sulit mendapatkan tanah dengan harga terjangkau membuat produksi rumah MBR semakin berkurang.
"Produksi rumah MBR untuk Banten pada tahun 2013 diperkirakan hanya tercapai 10.000 unit dari target 15.000 unit, begitu juga dengan Apersi nasional hanya tercapai 60.000 unit," jelasnya.
Seharusnya ada lokasi-lokasi yang harga tanahnya terjangkau dalam bentuk bank tanah (land bank) yang seharusnya menjadi tugas pemerintah, katanya.
Kalau tidak ada campur tangan pemerintah, menurut dia, akan makin sulit untuk mendapatkan lahan dengan harga terjangkau karena banyak tanah yang sudah dikuasai pengembang besar, padahal mereka hanya mengantongi aspek guna tanah serta lahan belum dibebaskan.
"Izin aspek seperti itu terkadang mencapai 100 hektare, bahkan ada 500 hektare, sedangkan anggota Apersi rata-rata hanya membutuhkan 4--10 hektare saja," katanya.
Ia menjelaskan bahwa Apersi telah melakukan pertemuan dengan Badan Pertanahan Nasional serta instansi lain untuk membahas soal pemilikan tanah dengan harapan akan ada perbaikan kebijakan ke depannya.
"Namun, kalau upaya ini tidak kunjung ada tanggapan, Apersi akan mengambil langkah terakhir melalui PTUN untuk meninjau kasus itu melalui pengadilan," ujar dia.
Musda akan diselenggarakan Rabu (13/11) dihadiri 110 anggota serta 40 tamu undangan bertempat di Hotel Great Western Serpong Kota Tangerang, Banten.
Salah satu agenda musda, yakni pergantian pengurus salah satu kandidat yang akan memimpin Apersi nantinya Sabri Nurdin yang kini menduduki posisi Wakil Ketua III Apersi.