Tangerang, (ANTARABanten) - Sekitar 200 buruh pabrik tekstil PT Hansumtex di Kota Tangerang, Banten, terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena setiap hari melakukan unjuk rasa, sejak Kamis (23/2) diduga tanpa izin.
"Hampir tiap hari sekitar 200 pekerja melakukan unjuk rasa sehingga menganggu kelangsungan produksi dan mereka dapat diancam PHK," kata Menejer Personalia PT Hansumtex Muhamad Anwar di Tangerang, Rabu.
Menurut Anwar, para pekerja tersebut dianggap melanggar UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan sanksi sepihak oleh manajemen perusahaan.
Pernyataan Anwar tersebut, terkait sekitar 200 buruh dari 1.800 pekerja perusahaan tekstil yang berlokasi di Jl. M. Toha, Km 2,1 No. 8, Margasari, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, melakukan unjuk rasa sejak Kamis (23/2) secara terus menerus untuk memprotes kebijakan manajemen.
Akibat unjuk rasa buruh itu menyebabkan produksi pabrik tekstil untuk ekspor ke Korea Selatan dan Eropa itu menjadi terganggu.
Manajemen perusahaan, katanya, mengakui telah melakukan PHK terhadap Prayitno karena melakukan pelanggaran pidana, berupa pencurian barang milik perusahaan dan pemalsuan tanda pengenal karyawan.
Anwar mengatakan, pihaknya sangat menghargai hak demokrasi terhadap buruh, karena sebagaimana diatur dalam perundangan yang berlaku.
Namun terkait tindakan unjuk rasa yang mengarah ke mogok kerja secara berkesinambungan, maka hal ini sudah dianggap mengganggu kelancaran produksi dan dianggap bertentangan dengan UU tentang tenaga kerja.
Manajemen perusahaan, katanya, tidak akan membenarkan aksi para buruh diluar ketentuan, sebab, tindakan semacam itu akan menimbulkan preseden buruk terhadap karyawan lain yang patuh serta taat pada peraturan.
Meski begitu, pihaknya secara tegas menolak alasan mogok kerja lantaran perundingan yang dilakukan wakil para buruh yakni Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI), dengan perusahaan pada 19 Januari 2012 mengalami jalan buntu.
Pada prinsipnya, katanya, pihaknya sangat menghargai hak buruh melakukan unjuk rasa, tapi bila dilakukan secara berkesinambungan sehingga menggangu produksi tentu dapat dikenakan sanksi dapat saja PHK.
Dia juga membantah tuduhan yang menyatakan perusahaan melakukan pelanggaran normatif, sehingga hak-hak karyawan terabaikan, termasuk memecat sejumlah buruh tanpa alasan jelas dan tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.