Serang, Banten (ANTARA) - Pesantren di wilayah Provinsi Banten menerapkan karantina mandiri yakni pola karantina yang dilakukan terbatas dan diselenggarakan secara mandiri oleh pesantren, dalam upaya mengantisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren di wilayah Banten,
Hal tersebut dilakukan menyikapi munculnya klaster baru COVID-19 di pesanten Jawa Barat. Sehingga pesantren di Provinsi Banten diminta harus waspada.
Sebab pondok pesantren berpotensi menjadi institusi dalam pembangunan kesehatan. Peran santri dan pesantren dalam pembangunan kesehatan luar biasa besar dan pesantren juga menjadi lokasi efektif dalam penanganan pencegahan COVID-19.
“Karantina mandiri ini dalam konteks sekarang seperti Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro, karena pesantren merupakan sub kultur dari masyarakat luas,” kata Sekjen Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten Dr H Fadlullah di Serang, Rabu.
Ia menjelaskan, sejak tahun baru 2020-2021 pesantren di Banten telah menerapkan karantina mandiri yakni pola karantina yang dilakukan terbatas dan diselenggarakan secara mandiri oleh pesantren.
Selain karantina mandiri, kata dia, pesantren di Banten juga telah melaksanakan rapid test kepada para santri sebagai tindakan preventif saat masuk ke pesantren bagi para santrinya.
Ia menjelaskan setelah dilakukan karantina mandiri selama 14 hari dan tidak ada kasus COVID-19, santri sudah bebas berinteraksi. Karantina khusus juga diterapkan untuk pengurus atau ustaz di pesantren yang melakukan kunjungan ke luar.
Sebagai bentuk pencegahan penyebaran COVID-19, kata Fadlullah, pesantren juga telah meniadakan kegiatan yang melibatkan banyak orang.
“Sudah tidak ada lagi kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang luar termasuk orang tua. Ini bentuk preventif terhadap penyebaran COVID-19,” katanya.
Berkenaan dengan program vaksinasi COVID-19, Fadlullah meminta pemerintah memasukkan pesantren dalam kelompok khusus.
"Vaksinasi kan datanya berdasarkan data kependudukan. Sementara santri data menginduk ke orang tuanya masing-masing,” katanya.
Fadlullah mengatakan untuk meminimalisasi terpaparnya para santri di lingkungan pesantren, protokol kesehatan sangat ditekankan yakni dengan budaya 5 M yaitu, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan atau hand sanitizer, menjaga jarak aman, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas yang tidak penting.
Menurut Fadlullah, perlu kerjasama yang baik untuk perubahan prilaku agar ponpes tidak menjadi klater baru. Upaya pemerintah melakukan vaksinasi merupakan langkah pencegahan yang baik, namun perlu juga memberikan edukasi yang menyeluruh kepada mayarakat, sehingga masyarakat tidak ragu lagi dalam menerima vaksin dan perlu percepatan vaksinasi terhadap masyarakat umum. Selain itu diharapkan pemerintah mampu membuat vaksin sendiri tanpa harus mengandalkan vaksin dari luar negeri.
Ia juga mengatakan, langkah pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren, perlu diperhatikan kebersihan lingkungan pesantren. Mulai dari kebersihan kamar tidur, peralatan makan, dan juga peralatan beribadah perlu dipastikan higienis dan tidak dipakai bergantian, penekanan bagi santri yang mengalami gejala ringan segera melapor ke pengelola pesantren untuk segera mendapat tindakan cepat.
Sehingga, kata dia, jika ditemukan gejala COVID-19 maka penanganan di pesantren jauh lebih mudah karena sedikit lalu- lalang daripada di lingkungan masyarakat umum, membatasi jumlah pengunjung agar mampu menekan intensitas pertemuan dengan orang luar yang berpotensi menularkan virus Corona.
"Jadwal kunjungan dari wali santri pun dibatasi serta diberikan jarak saat bertemu dengan santri serta dilarang bersentuhan fisik. Memang mengubah perilaku dari tak siap menjadi siap itu harus dipaksa, dalam melaksanakan perubahan perilaku," kata dia.