Serang (ANTARABanten) - Sidang kasus dugaan korupsi penjualan tanah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Cilegon Mandiri, dengan terdakwa mantan Direksi BPRS Handy Soetisna, di Pangadilan Negeri Serang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, ditunda karena saksi sakit.
"Sidang ditunda sampai Kamis (6/1), karena satu dari dua saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedang sakit," kata Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Serang Kushardjo di Serang, Senin.
Dia menjelaskan, sesuai jadwal yang telah ditetapkan, sidang tersebut digelar dua kali dalam sepekan.
JPU Rezkinil Jusar mengatakan, pada persidangan kali ini rencananya akan mendengarkan dua orang saksi yakni Sutandar dan Ahmad Shekhu.
"Yang sakit itu Sutandar, dan akan diglar lagi pada Kamis nanti," katanya singkat.
Pengacara terdakwa Hadian Surahmat sebelumnya menilai, tuduhan JPU terhadap mantan direksi BPRS Mandiri Cilegon, Handy Soetisna terlalu lemah karena hanya mengacu kepada temuan Kantor Akuntan Publik (KAP) Suhartarti.
"Padahal temuan KAP ini tidak pernah dikonfirmasi sama sekali kepada direksi lama dalam hal ini Pak Handy yang seharusnya menjadi kewajiban direksi baru untuk mempertemukan," katanya.
Menurut Hadian, apa yang telah dilakukan Handy sebenarnya merupakan transaksi penjualan tanah seperti lazimnya proses jual beli, tetapi KAP menganggap sebagai temuan karena ada biaya-biaya di dalamnya.
"KAP seharusnya melihat keberhasilan yang dicapai dari penjualan tanah dari harga Rp8,6 miliar menjadi Rp16 mliar, sehingga harus melihat juga keuntungan dari tansaksi tanah,"kata Hadian.
Hadian mengatakan, dalam transaksi tanah muncul biaya-biaya merupakan suatu hal yang wajar namun hal ini yang kemudian tidak dikonfirmasi kepada clain kami sehingga kemudian menjadi temuan.
Kasus ini berawal dari pembelian tanah PT Gama melalui BPRS yang kemudian dibatalkan, sehingga agar tidak terjadi kerugian sesuai rekomendasi Bank Indonesia kemudian tanah dijual.
Tanah tersebut, di antaranya dijual pada Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi, Bank Jabar, dan Pemerintah Kota Cilegon, namun kemudian muncul persoalan hukum.
Temuan ini berawal dari pengaduan LSM terkait adanya pengambilalihan tanah negara saat kampanye wali kota tetapi kemudian pembelian tanah yang merupakan keberhasilan bank dialihkan ke ranah hukum.
"Sidang ditunda sampai Kamis (6/1), karena satu dari dua saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedang sakit," kata Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Serang Kushardjo di Serang, Senin.
Dia menjelaskan, sesuai jadwal yang telah ditetapkan, sidang tersebut digelar dua kali dalam sepekan.
JPU Rezkinil Jusar mengatakan, pada persidangan kali ini rencananya akan mendengarkan dua orang saksi yakni Sutandar dan Ahmad Shekhu.
"Yang sakit itu Sutandar, dan akan diglar lagi pada Kamis nanti," katanya singkat.
Pengacara terdakwa Hadian Surahmat sebelumnya menilai, tuduhan JPU terhadap mantan direksi BPRS Mandiri Cilegon, Handy Soetisna terlalu lemah karena hanya mengacu kepada temuan Kantor Akuntan Publik (KAP) Suhartarti.
"Padahal temuan KAP ini tidak pernah dikonfirmasi sama sekali kepada direksi lama dalam hal ini Pak Handy yang seharusnya menjadi kewajiban direksi baru untuk mempertemukan," katanya.
Menurut Hadian, apa yang telah dilakukan Handy sebenarnya merupakan transaksi penjualan tanah seperti lazimnya proses jual beli, tetapi KAP menganggap sebagai temuan karena ada biaya-biaya di dalamnya.
"KAP seharusnya melihat keberhasilan yang dicapai dari penjualan tanah dari harga Rp8,6 miliar menjadi Rp16 mliar, sehingga harus melihat juga keuntungan dari tansaksi tanah,"kata Hadian.
Hadian mengatakan, dalam transaksi tanah muncul biaya-biaya merupakan suatu hal yang wajar namun hal ini yang kemudian tidak dikonfirmasi kepada clain kami sehingga kemudian menjadi temuan.
Kasus ini berawal dari pembelian tanah PT Gama melalui BPRS yang kemudian dibatalkan, sehingga agar tidak terjadi kerugian sesuai rekomendasi Bank Indonesia kemudian tanah dijual.
Tanah tersebut, di antaranya dijual pada Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi, Bank Jabar, dan Pemerintah Kota Cilegon, namun kemudian muncul persoalan hukum.
Temuan ini berawal dari pengaduan LSM terkait adanya pengambilalihan tanah negara saat kampanye wali kota tetapi kemudian pembelian tanah yang merupakan keberhasilan bank dialihkan ke ranah hukum.