Lebak (ANTARA) - Sejumlah petani Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sejak setahun terakhir ini mengeluhkan anjloknya harga getah karet dari Rp9.000 menjadi Rp4.300 per kilogram.
"Semua pohon karet seluas satu hektare itu ditebang untuk dijadikan bahan palet kayu,karena produksi perkebunan karet tidak menjadikan andalan ekonomi," kata H Sukatma (55) seorang petani karet warga Sindangwangi Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak, Sabtu.
Baca juga: Pemkot Tangsel terapkan sistem WFH sejumlah pegawai tekan penyebaran COVID-19
Para petani di wilayahnya kini perkebunan karet dibiarkan tanpa perawatan dan banyak yang ditebangi juga ada dijadikan lokasi wisata.
Perkebunan karet dulu yang mampu mensejahterakan kehidupan petani dengan pendapatan ekonomi, namun sekarang sudah tidak bisa diandalkan kembali.
Mereka petani jika mengelola usaha perkebunan karet tentu tidak sebanding dengan biaya produksi dengan anjloknya harga di pasaran itu.
"Kami biasanya bisa menghasilkan pendapatan mencapai Rp8 juta/bulan dengan harga Rp10.000/Kg, namun kini habis oleh biaya tenaga kerja pengambil getah (nyadap)," katanya menjelaskan.
Begitu juga petani karet lainnya, Sukri (60) seorang petani warga Sajira Kabupaten Lebak mengaku sejak harga karet anjlok kini sudah memberhentikan para tenaga kerja pengambil getah karet.
Perkebunan karet miliknya seluas satu hektare itu tidak dirawat,terlebih usianya sudah tua dan produksi berkurang.
"Kami sekarang menggeluti usaha pertanian pangan dan hortikultura setelah harga karet anjlok," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Kadarina mengatakan saat ini jumlah perkebunan karet milik masyarakat di daerah ini seluas 11.200 hektare.
Sebagian besar perkebunan karet itu sudah tua sehingga produksinya berkurang juga ditambah harga di pasaran harga karet anjlok.
"Kami berharap ke depan harga karet kembali naik sehingga kembali menjadikan andalan ekonomi petani," katanya.