Jakarta (Antara News) - Syngenta Indonesia meluncurkan Apiro teknologi herbisida terkini yang mampu mengendalikan gulma pada tanaman padi untuk membantu petani meningkatkan produktivitas panen.

"Selama ini gulma pada tanaman padi membuat petani kehilangan potensi hasil panen 30 sampai 40 persen, dengan teknologi ini panen petani menjadi lebih optimal," kata Country Head Syngenta Indonesia, Parveen Kathuria di Stasiun Riset dan Pengembangan Karawang, Jawa Barat, Rabu.

Parveen mengatakan, menjadi komitmen perusahaan untuk terus mengembangkan teknologi perlindungan tanamanan, meskipun untuk meluncurkan teknologi membutuhkan investasi yang besar terutama dibidang riset dan pengembangan.

"Untuk satu teknologi membutuhkan biaya 200 sampai 300 juta dolar AS serta membutuhkan waktu lama mulai dari fase pengembangan sampai peluncuran ke pasar Seperti Apiro telah dikembangkan sejak tahun 2011," ujar dia.

Disisi lain,  Syngenta juga harus memperbarui  fasilitas riset dan pengembangan, seperti dilakukan di stasiun Karawang yang telah diremajakan  mulai dari peningkatan standar K3, penguatan fasilitas laboratorium, dan investasi alat aplikasi semprot terbaru dengan teknologi yang lebih presisi, jelas Parveen.

Parveen menjelaskan gulma merupakan tanaman yang kehadirannya tidak diinginkan, tumbuh liar dan bersifat merugikan tanaman utama, Pada tanaman padi, padi akan berebut nutrisi dan mineral yang terkandung di dalam tanah yang pada akhirnya mengurangi hasil produksi.

"Penanggulangan gulma pada tanaman padi yang selama ini dilakukan masih belum optimal dalam menekan kehilangan hasil produksi padi," ujar dia.

Apiro memiliki dua cara kerja dari kombinasi dua bahan aktif Pyriftalid dan Bensulfuron yang efektif mengendalikan berbagai jenis gulma bandel seperti rumput-rumputan, tekitekian. dan gulma daun lebar.

Teknologi ini memiliki metode aplikasi yang cukup fleksibel yaitu dipercik atau disemprot yang diserap oleh tanaman melalui akar dan daun serta aman terhadap tanaman utama. Teknologi ini telah melewati fase pengembangan memiliki efek residu yang rendah pada tanah, jelas dia..

CropLife Asia menyatakan bahwa gulma menjadi sumber kerugian ekonomis pertanian sebesar 75.6 juta dolar AS setiap tahunnya. Terlebih lagi, pengendalian gulma yang belum optimal menambah potensi kehilangan hasil produksi lebih besar, ujarnya.

Mengacu pada survei yang dilakukan Syngenta di indonesia, 30 persen petani di indonesia mengendalikan gulma dengan cara manual (mencabut dengan tangan) walaupun mereka telah menggunakan produk kimia pertanian.

Pengendalian gulma secara manual tentunya sangat melelahkan dan memakan banyak biaya oleh karena tenaga kerja pertanian yang semakin sulit dan mahal, ujar Parveen.

Baca juga: Luas Panen Padi Banten Januari-Februari  84,832 Hektare

Lebih jauh ASEAN Territory Head Syngenta, Alex Berskovskiy menegaskan komtmennya untuk terus membawa teknologi terbaru dibidang pertanian untuk membantu petani di Indonesia.

"Sebagai perusahaan dibidang agriculture kami dibantu 5.000 tenaga kerja dibidang riset dan pengembangan yang siap untuk membantu petani," kata dia.

Apalagi lanjut Alex dalam dialog dengan petani yang dihadirkan dalam peluncuran ini banyak yang masih menggunakan cara tradisional, dengan demikian melalui teknologi akan menjadi solusi untuk memudahkan bertanam padi.

"Saya paham berkerja sebagai petani membutuhkan keahlian dan kerja keras, namun dengan teknologi terbaru yang akan terus didatangkan pekerjaan akan lebih mudah dan produktivitas semakin meningkat," jelas dia. 

Pewarta: Ganet Dirgantara

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018