Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, melaksanakan kegiatan riset dan pameran hasil kerja dosen dan mahasiswa berupa buku, jurnal, kerajinan dan berbagai karya lainnya dalam rangkaian peringatan Hari Pendidikan Nasional, di kampus FKIP Untirta di Serang, Rabu.
 
Kegiatan yang diisi dengan diskusi ilmiah serta pameran hasil karya dosen dan mahasiswa tersebut dibuka oleh Dekan FKIP Untirta, Dr. H. Fadlullah., S.Ag., M.Si, dan didampingi Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Hj. Enggar Utari, M.Si.

"Ini bagian dari aplikasi apa yang diperoleh di bangku kuliah secara teori, kemudian hasilnya dibuktikan dalam bentuk karya nyata," kata Fadlullah dalam keterangannya.

Baca juga: Dispora Banten dukung ekosistem wirausaha mahasiswa FKIP Untirta

Menurut Fadlullah, seperti halnya dalam kontek pendidikan sejarah, banyak anak muda atau kaum milenial saat ini masih kurang faham terhadap kejayaan Banten pada masa lalu termasuk potensi ekonomi dalam bentuk rempah-rempah.

"Dulu kenapa Belanda singgah di Banten karena memang Banten kaya akan potensi rempah-rempah. Nah generasi kekinian belum begitu memahami. Makanya penting diskusi ilmiah seperti ini," kata Fadlullah dalam diskusi ilmiah "Pendidikan Sejarah Untuk Peradaban Bangsa" yang menghadirkan narasumber sejarawan Dr. M. Ali Fadillah itu.

Sementara Wakil Dekan 1 FKIP Untirta Dr Enggar Utari menambahkan, generasi milenial saat ini harus kokoh dan kuat seperti halnya para pejuang Banten dahulu yang memilih hancur lebur dan mati ketimbang harus takluk sama penjajah.

"Kenapa banyak keraton di Banten dahulu dihancurkan, karena para pendahulu kita orang-orang hebat tidak mau kompromi sama penjajah. Jadi jangan jadi generasi 'strowbery' sekali lempar langsung hancur," kata Enggar dalam diskusi ilmiah yang dihadiri para dosen dari berbagai bidang ilmu, dan juga mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Banten.

Baca juga: Direktur UT Serang jalin komunikasi dengan Rektor Untirta

Dalam presentasinya, Dr. Moh. Ali Fadillah menyampaikan bahwa, sejak awal abad pertengahan, para pedagang India, Timur Tengah dan China sudah melakukan pelayaran jarak jauh untuk berdagang di Asia Tenggara. Banten adalah salah satu kota pelabuhan penting di pintu masuk Selat Malaka dan Laut Jawa. 

"Banyak komoditas dari negeri asal diperdagangkan untuk ditukar dengan rempah-rempah terutama lada. Aktivitas perdagangan internasional telah berlangsung sejak masa kerajaan Hindu yang berpusat di Banten Girang, hulu sungai Ci-Banten antara abad ke-10 hingga abad ke-15," katanya.

Ia menyampaikan, berdirinya kesultanan Banten pada awal abad ke-16 membawa perubahan signifikan bagi kota Banten dalam kontestasi perdagangan maritim hingga mencapai puncaknya pada era spice boom di Asia Tenggara.

Kehadiran para pedagang Eropa asal Portugal, Inggris, Prancis, Belanda menjadikan Banten sebagai kota kosmpolitan dengan aktivitas perdagangan semakin meningkat. Para pedagang Eropa membawa komoditas baru berupa kain berbahan sutra dan katun yang digemari oleh para bangsawan Banten sebagai mata dagangan yang dipertukarkan dengan rempah-rempah di pelabuhan Banten.

Selain rempah, di pasar utama Karangantu, juga diperjualbelikan komoditas lokal terutama buah-buahan, sayuran dan tanaman obat, baik untuk konsumsi penduduk setempat maupun untuk diekspor ke pelabuhan lain. Sebagian besar produk herbal semakin jarang dan bahkan menghilang karena masuknya produk luar ke Banten di masa sekarang.

Baca juga: Rektor Untirta serukan Pemilu 2024 damai dan berintegritas

Pewarta: Mulyana

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024