Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat menghentikan dua perkara kasus pidana umum (Pidum) pencurian dan penganiayaan melalui keadila Restorative Justice (RJ). Pemberhentian dilakukan setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadhil Zumhana Harahap menyetujui permohonan yang diajukan Kajari Jakarta Barat Iwan Ginting.
“Benar, ada dua permohonan penghentian perkara melalui kebijakan Restorative Justice, dikabulkan Bapa Jampidum Fadil Zumhana Harahap,” kata Kajari Jakarta Barat Iwan Ginting melalui Kasi Intelijennya, Lingga Nuari, Kamis (25/1)
Baca juga: Kejari Jakbar Naikan Kasus Penguasaan Asep Pemprov DKI ke Penyidikan
Lebih lanjut kata Lingga, kedua perkara tersebut atas nama tersangka Idrus alias Ompong bin Arjani yang dijerat melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan tersangka Agustinus Nendisya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Dikatakan Lingga, dibawah pimpinan Kajari Jakarta Barat Iwan Ginting akan terus berusaha melaksanakan perintah Jaksa Agung. Kata Lingga terutama dalam mengedepankan penghentian penuntutan perkara melalui kebijakan RJ, sebab kebijakan RJ bisa membawa arah positif bagi kedua belah pihak berperkara.
"Tentu kita akan lebih giat lagi melihat perkara-perkara yang berpotensi untuk dapat diselesaikan melalui mekanisme RJ sebagaimana dimaksud dalam pedoman No. 15 Tahun 2020 tersebut, karena memang kewenangan ini harus kami pergunakan sebaik-baiknya untuk kepastian, kemanfaatan dan keadilan bagi korban, pelaku dan masyarakat,” ujarnya.
Menanggapi adanya pemberitaan terkait dugaan uang pelicin untuk meloloskan RJ, Kejari Jakarta Barat juga mempersilahkan media massa untuk melakukan check and recheck terhadap para pihak berperkara, baik korban maupun pelaku.
“Saya pastikan itu tidak ada, karena hampir semua pelaku- pelaku tindak pidana yang kami RJ kan merupakan orang yang susah secara ekonomi, namun demikian saya mempersilakan media mewawancarai semua pihak yang terkait untuk menanyakan hal tersebut apakah ada hal demikian di Kejari Jakarta Barat,” tutur Lingga.
Sementara itu, Jampidum Fadhil Zumhana Harahap menegaskan, hari ini sebanyak 15 perkara dihentikan penuntutannya melalui RJ. Semunya telah memenuhi syarat- syarat RJ, antara lain ada perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
“Tersangka juga berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,” ujar Fadil.
Ditegaskan Fadil, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023
“Benar, ada dua permohonan penghentian perkara melalui kebijakan Restorative Justice, dikabulkan Bapa Jampidum Fadil Zumhana Harahap,” kata Kajari Jakarta Barat Iwan Ginting melalui Kasi Intelijennya, Lingga Nuari, Kamis (25/1)
Baca juga: Kejari Jakbar Naikan Kasus Penguasaan Asep Pemprov DKI ke Penyidikan
Lebih lanjut kata Lingga, kedua perkara tersebut atas nama tersangka Idrus alias Ompong bin Arjani yang dijerat melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan tersangka Agustinus Nendisya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Dikatakan Lingga, dibawah pimpinan Kajari Jakarta Barat Iwan Ginting akan terus berusaha melaksanakan perintah Jaksa Agung. Kata Lingga terutama dalam mengedepankan penghentian penuntutan perkara melalui kebijakan RJ, sebab kebijakan RJ bisa membawa arah positif bagi kedua belah pihak berperkara.
"Tentu kita akan lebih giat lagi melihat perkara-perkara yang berpotensi untuk dapat diselesaikan melalui mekanisme RJ sebagaimana dimaksud dalam pedoman No. 15 Tahun 2020 tersebut, karena memang kewenangan ini harus kami pergunakan sebaik-baiknya untuk kepastian, kemanfaatan dan keadilan bagi korban, pelaku dan masyarakat,” ujarnya.
Menanggapi adanya pemberitaan terkait dugaan uang pelicin untuk meloloskan RJ, Kejari Jakarta Barat juga mempersilahkan media massa untuk melakukan check and recheck terhadap para pihak berperkara, baik korban maupun pelaku.
“Saya pastikan itu tidak ada, karena hampir semua pelaku- pelaku tindak pidana yang kami RJ kan merupakan orang yang susah secara ekonomi, namun demikian saya mempersilakan media mewawancarai semua pihak yang terkait untuk menanyakan hal tersebut apakah ada hal demikian di Kejari Jakarta Barat,” tutur Lingga.
Sementara itu, Jampidum Fadhil Zumhana Harahap menegaskan, hari ini sebanyak 15 perkara dihentikan penuntutannya melalui RJ. Semunya telah memenuhi syarat- syarat RJ, antara lain ada perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
“Tersangka juga berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,” ujar Fadil.
Ditegaskan Fadil, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023