CEO Dinar Standad, Rafiuddin Shikoh menilai, Indonesia bisa berperanan penting, bahkan berpotensi menjadi pemimpin industri produk halal di pasar global serta bisa menjadi panutan dalam pengembangan ekonomi berbasis syariah.
“Industri halal dan ekonomi syariah bisa menjadi salah satu motor penggerak ekonomi Indonesia. Pada sisi ini Indonesia bisa menjadi panutan, khususnya bagi negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim,” katanya pada Dialog Halal Internasional (IHD) Ke-3 Tahun 2021 di Jakarta yang diikuti secara virtual dari Serang Banten, Jumat (29/10/2021).
Konferensi internasional dengan tema “Realizing the importance of global halal standard” (Menyadari arti pentingnya standar halal global) yang diselenggarakan secara offline dan online itu diikuti oleh lebih dari 200 peserta, termasuk peserta dari berbagai negara, antara lain dari Turki, Spanyol, dan Uni Emirat Arab.
Rafiuddin Shikoh lebih lanjut mengemukakan, Indonesia memiliki ekosistem industri halal yang siap dari berbagai sektor seperti fashion, pariwisata, farmasi, kosmetik serta makanan dan minuman halal.
Indonesia, lanjutnya, secara global berada pada peringkat ke-10 pengekspor produk halal serta peringkat kedua pengekspor produk halal di negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OIC).
Dalam kaitan ini Indonesia sudah menerapkan sertifikasi halal terhadap aneka produk yang diekspornya, terutama produk makanan ke berbagai negara serta bersiap untuk menjadi produsen produk halal nomor satu pada 2024.
“Di sisi lain, masih ada beberapa negara yang menerapkan standar halal yang berbeda. Karenanya, kini diperlukan adanya kesepakatan mengenai sertifikasi halal glogal yang diakui secara internasional,” katanya dalam konferensi yang dipandu oleh Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar itu.
Pada kesempatan yang sama, President of Halal Instituto of Spain (Presiden Institut Halal Spanyol) Barbara Ruiz-ejarano menyatakan, sejatinya merealisasikan standar sertifikasi halal global tidak sulit seperti adanya ISO Standard yang diakui secara internasional serta diakuinya satu mata uang di Eropa.
Oleh karena itu, lanjutya, saat ini perlu adanya konsensus, kerjasama, dan jejaring. Apalagi sejak lama sudah ada OIC yang disusul dengan hadirnya The Standards and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC).
Meski belum adanya standard sertifikasi halal global, Sistem Jaminan Halal (SJH) yang dirancang serta diimplementasikan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI telah diakui bahkan telah diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri yang kini mencapai 44 lembaga di 26 negara.
“Jika dulu sertifikat halal hanya dipersyaratkan oleh negara berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini bahkan untuk keperluan pengembangan industri produk halal dan pariwisata, negara-negara bukan Muslim pun turut menjadi pasar produk halal yang potensial,” kata Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
“Industri halal dan ekonomi syariah bisa menjadi salah satu motor penggerak ekonomi Indonesia. Pada sisi ini Indonesia bisa menjadi panutan, khususnya bagi negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim,” katanya pada Dialog Halal Internasional (IHD) Ke-3 Tahun 2021 di Jakarta yang diikuti secara virtual dari Serang Banten, Jumat (29/10/2021).
Konferensi internasional dengan tema “Realizing the importance of global halal standard” (Menyadari arti pentingnya standar halal global) yang diselenggarakan secara offline dan online itu diikuti oleh lebih dari 200 peserta, termasuk peserta dari berbagai negara, antara lain dari Turki, Spanyol, dan Uni Emirat Arab.
Rafiuddin Shikoh lebih lanjut mengemukakan, Indonesia memiliki ekosistem industri halal yang siap dari berbagai sektor seperti fashion, pariwisata, farmasi, kosmetik serta makanan dan minuman halal.
Indonesia, lanjutnya, secara global berada pada peringkat ke-10 pengekspor produk halal serta peringkat kedua pengekspor produk halal di negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OIC).
Dalam kaitan ini Indonesia sudah menerapkan sertifikasi halal terhadap aneka produk yang diekspornya, terutama produk makanan ke berbagai negara serta bersiap untuk menjadi produsen produk halal nomor satu pada 2024.
“Di sisi lain, masih ada beberapa negara yang menerapkan standar halal yang berbeda. Karenanya, kini diperlukan adanya kesepakatan mengenai sertifikasi halal glogal yang diakui secara internasional,” katanya dalam konferensi yang dipandu oleh Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar itu.
Pada kesempatan yang sama, President of Halal Instituto of Spain (Presiden Institut Halal Spanyol) Barbara Ruiz-ejarano menyatakan, sejatinya merealisasikan standar sertifikasi halal global tidak sulit seperti adanya ISO Standard yang diakui secara internasional serta diakuinya satu mata uang di Eropa.
Oleh karena itu, lanjutya, saat ini perlu adanya konsensus, kerjasama, dan jejaring. Apalagi sejak lama sudah ada OIC yang disusul dengan hadirnya The Standards and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC).
Meski belum adanya standard sertifikasi halal global, Sistem Jaminan Halal (SJH) yang dirancang serta diimplementasikan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI telah diakui bahkan telah diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri yang kini mencapai 44 lembaga di 26 negara.
“Jika dulu sertifikat halal hanya dipersyaratkan oleh negara berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini bahkan untuk keperluan pengembangan industri produk halal dan pariwisata, negara-negara bukan Muslim pun turut menjadi pasar produk halal yang potensial,” kata Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021