Munculnya UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja (UU Ciptaker) memang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat dan penggiat lingkungan, salah satunya adalah minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan pembuatan ijin atau persetujuan lingkungan.

Kepala Seksi Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang Nasirullah, S.Kom, M. Si di Serang, Senin (13/9/2021) mengatakan, UU Cipta Kerja hanya memungkinkan warga yang terdampak langsung yang bisa terlibat dalam penyusunan Amdal serta kewenangan dalam perijinan. 

Akan tetapi kata Nasirullah, munculnya Undang-undang tersebut diharapkan menjadi alat transformasi ekonomi serta memangkas beberapa regulasi yang memberatkan bagi investor atau pelaku usaha tanpa mengurangi makna penaatan dan pengelolaan lingkungan.

Menurutnya, ada empat poin krusial yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang berdampak pada lingkungan hidup. 

Poin pertama yang terkandung dalam UU Ciptaker adalah kemudahan proses perizinan berusaha. Sebelumnya perusahaan harus mengurus banyak izin untuk melakukan kegiatan usahanya, tetapi setelah ada UU Ciptaker, pengusaha hanya perlu mengurus perizinan usaha. 

Bila sebelumnya perusahaan harus mengurus berbagai macam izin, salah satunya terkait lingkungan. Namun di dalam UU Ciptaker tidak lagi tercantum pasal tentang perusahaan wajib mengurus izin lingkungan sebelum beroperasi. 

"Izin lingkungan tidak dihapuskan di dalam UU Cipta Kerja, tetapi tujuan dan fungsinya diintegrasikan dalam persetujuan berusaha," katanya.

Poin penting berikutnya lanjut Nasirullah di dalam UU Ciptaker adalah pelanggaran terhadap ketentuan larangan dalam UU yang sifatnya administrasi didahulukan sanksi administrasi. 

"Tidak boleh langsung dipidana, ini namanya ultimum remedium. Kalau dulu tidak ada amdal bisa dipidana, dengan UU Cipta Kerja ini direlaksasi dengan sanksi administrasi. Meskipun begitu, perusahan tetap bisa dipidana jika tidak melaksanakan sanksi administrasi yang telah diberikan.

Poin berikutnya adalah keterlibatan masyarakat yang terkena dampak langsung dalam penyusunan amdal rencana usaha. 

"Pelibatan masyarakat di luar yang terkena dampak langsung dilakukan dalam tim uji kelayakan izin berusaha," ujar Nasirullah yang akrab disapa Acing itu.

Poin penting terakhir yang dimuat dalam UU Ciptaker adalah restorative justice. Kegiatan ilegal di dalam hutan yang dilakukan sebelum berlakunya UU Ciptaker tidak akan dipidana, tetapi diberikan sanksi denda. 

"Dendanya tidak ringan, itu konversi atau pengganti dari sanksi pidana," katanya.
Kepala Seksi Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang, Nasirullah saat verifikasi lapangan workshop baja ringan Walantaka. ANTARA/Istimewa.







 

Pewarta: Lukman Hakim

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021