Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah tidak ugal-ugalan dalam mengelola utang, termasuk untuk pembiayaan COVID-19, karena dilakukan hati-hati setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti kinerja utang tahun 2018-2019 yang dinilai kurang efektif.
“Jadi dalam mengelola keuangan negara, kita tidak hanya melihat satu rumus, satu kebutuhan dan tujuan. Selalu saya tekankan, fiskal itu instrumen, dia bukan tujuan tapi tidak berarti kita ugal-ugalan,” kata Sri Mulyani dalam keterangan pers daring di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menjelaskan dalam situasi ekonomi saat ini yang dilanda wabah Virus Corona penerimaan negara merosot namun di sisi lain kebutuhan belanja besar, termasuk untuk penanganan COVID-19.
Menyikapi kondisi itu, pemerintah harus melakukan ekspansi salah satunya melalui utang.
Begitu juga ketika belum ada wabah Virus Corona, lanjut Sri Mulyani, belanja pemerintah dan tambahan utang digunakan salah satunya untuk peningkatan infrastruktur dan menurunkan tingkat kemiskinan.
Terkait dengan hasil analisis BPK itu, Mantan Direktur Bank Dunia ini menghormati hal itu sebagai pengingat untuk tetap berhati-hati dalam mengelola utang.
“Jadi kita hormati saja, analisa itu baik bagi kita, mengingatkan kita supaya terus hati-hati,” ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II tahun 2019 menyoroti kinerja pengelolaan utang pemerintah pusat kurang efektif tahun 2018 hingga triwulan ketiga tahun 2019 di Kementerian Keuangan.
Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna dalam Sidang Paripurna DPR pada Selasa (5/5) beralasan pengelolaan utang pemerintah pusat belum didukung dengan peraturan terkait dengan manajemen risiko keuangan negara.
Selain itu juga belum didukung penerapan fiscal sustainability analysis termasuk debt sustainability analysis secara komprehensif, sehingga berpotensi menimbulkan gangguan atas keberlangsungan fiskal di masa mendatang.