Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster bersama pimpinan DPRD provinsi setempat, anggota DPR dan DPD RI Dapil Bali, Bupati/Wali Kota dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota di Pulau Dewata dan sejumlah pimpinan lembaga menyerahkan dokumen usulan draf RUU Provinsi Bali dan naskah akademiknya ke Komisi II DPR RI.
"Berbagai komponen masyarakat Bali sejak tahun 2005 menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi dengan Undang-Undang yang bisa dipakai untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan adat-istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti menjadi daya tarik masyarakat dunia," kata Koster dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Denpasar, Selasa.
Rombongan Gubernur Bali saat melakukan audiensi yang diterima pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI itu juga memboyong pimpinan lembaga diantaranya Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, Ketua PW NU Bali, Ketua PW Muhammadiyah Bali, Ketua Walubi Bali, Ketua PGI Bali, serta sejumlah rektor perguruan tinggi di Bali.
Koster mengemukakan, sebelumnya Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
"Materi dalam UU tersebut sudah kurang sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman dalam pembangunan daerah Bali," ucapnya.
Sebagai suatu proses, lanjut dia, RUU Provinsi Bali sudah pernah dipaparkan/disosialisasikan di hadapan anggota DPR dan DPD RI Dapil Bali, pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Bali, Bupati/Wali Kota se-Bali, Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Bali, Ketua Lembaga Organisasi Keumatan semua Agama se-Bali, dan tokoh masyarakat se-Bali.
Pemaparan dan sosialisasi secara terbatas sudah dilaksanakan sebanyak du kali yakni tanggal 16 Januari 2019 di Kantor Gubernur Bali dan tanggal 23 November 2019 di Kediaman Gubernur Bali, dan saat itu semua pihak sangat mendukung ditandai dengan pembubuhan tanda tangan.
Draf RUU Provinsi Bali yang diserahkan terdiri dari 12 Bab dan 39 Pasal yaitu Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas Dan Tujuan; Bab III Posisi, Batas, Dan Pembagian Wilayah; Bab IV Pola Dan Haluan Pembangunan Bali; Bab V Pendekatan Pembangunan Bali; Bab VI Bidang Prioritas Pembangunan Bali; Bab VII Pembangunan Bali Secara Tematik; Bab VIII Pembangunan Perekonomian Dan Industri; Bab IX Kewenangan Pemerintahan Provinsi Bali; Bab X Pedoman Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Bali; Bab XI Pendanaan, dan Bab XII Ketentuan Penutup
"Pemerintah Provinsi Bali bersama masyarakat Bali menyerahkan aspirasi Rancangan Undang-Undang Tentang Provinsi Bali beserta Naskah Akademik sebagai bahan kajian dan pertimbangan Komisi II DPR RI. Kami memohon agar Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Bali dapat dimasukkan dalam Daftar Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2020 melalui inisiatif Komisi II DPR RI," ucapnya.
Koster meminta Komisi II DPR RI dapat memproses draf RUU dan naskah akademik sesuai dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR RI serta pihaknya siap untuk berkoordinasi dan memfasilitasi proses pembahasan RUU Provinsi Bali.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Bali juga memohon doa restu dan dukungan yang tulus ikhlas dari masyarakat Bali dan komponen Bangsa Indonesia agar RUU Provinsi Bali dapat diterima oleh DPR-RI, DPD-RI, dan Pemerintah sehingga cita-cita dan harapan itu dapat diwujudkan dengan damai, lancar, dan sukses.
"Kepada masyarakat Bali, sebagai orang Bali, dari daerah manapun datangnya, dari suku dan agama apapun, dan semua elemen masyarakat yang hidup dan mencari kehidupan dari alam dan budaya Bali, saya mengimbau agar kompak, bersatu dan berjuang bersama mendukung aspirasi tersebut demi eksistensi dan keberlanjutan Bali, Pulau Dewata yang kita cintai bersama agar ke depan tetap bisa memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia," ucapnya.
Dia pun mengemukakan sejumlah dasar pertimbangan yang mendasari lahirnya RUU Provinsi Bali yakni keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antarsesama manusia, dan antara manusia dengan alam lingkungannya berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaitu enam sumber utama kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan masyarakat Bali (Sad Kerthi) perlu dipelihara, dikembangkan, dan dilestarikan secara berkelanjutan.
"Pembangunan Bali harus diselenggarakan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan," ujarnya.
Di samping itu, masyarakat Bali memiliki adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal yang adiluhung sebagai jati diri yang mengakar dalam kehidupan masyarakat serta menjadi bagian kekayaan kebudayaan nasional sesuai sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
"Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah Bali harus memerhatikan potensi daerah dalam bidang pariwisata dengan keindahan alam, kekayaan budaya, kearifan lokal, kondisi geografis dan demografis, serta tantangan yang dihadapi dalam dinamika masyarakat dalam tataran lokal, nasional, dan internasional, untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat Bali dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945, ucapnya.
Persoalannya, pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Bali selama ini belum sepenuhnya menjamin pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal sebagai jati diri masyarakat Bali dan belum mampu mencegah dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat pemanfaatan ruang yang tidak terkendali. Kemudian terjadi ketimpangan perekonomian antarwilayah di Provinsi Bali, dan ketidakseimbangan pembangunan antarsektor sehingga menyulitkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Bali secara adil dan merata.
"Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan dan perkembangan politik, ekonomi, sosial-budaya, potensi daerah, serta kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi, dalam rangka menciptakan otonomi daerah yang berdaya saing, sehingga perlu disesuaikan," ucap Gubernur Bali asal Desa Sembiran Kabupaten Buleleng itu.
Gubernur Bali Koster serahkan draf RUU Provinsi Bali ke Komisi II DPR
Selasa, 26 November 2019 16:37 WIB
Sebelumnya Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950