Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyebutkan daya saing menjadi salah satu pekerjaan rumah yang perlu ditingkatkan dalam pemerintahan baru Presiden Joko Widodo.
"Daya saing dan produktivitas di pasar internasional hasilnya masih belum cukup terlihat," katanya di Jakarta, Jumat.
Baru-baru ini, Forum Ekonomi Dunia (WEF) merilis peringkat daya saing Indonesia yang berada di urutan 50 atau turun lima peringkat dari posisi 45 tahun 2018.
Menurut dia, meski Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut regulasi yang rumit menjadi salah satu penyebab daya saing Indonesia menurun, namun kualitas sumber daya manusia (SDM) juga berkontribusi terhadap penurunan daya saing.
Hal itu, lanjut dia, dapat dicermati dari penurunan indikator kesehatan, kemampuan tenaga kerja dan industri menggunakan tenaga kerja tersebut.
"Ini salah satu jawaban juga mengapa investor enggan datang ke Indonesia. Utamanya investasi di sektor manufaktur dan padat karya," katanya.
Peneliti muda itu menambahkan tenaga kerja dari Asia Tenggara banyak dipekerjakan di Indonesia, sedangkan penyerapan tenaga kerja di SMK dan vokasi belum optimal.
Dengan daya saing yang lebih baik, maka Indonesia bisa menarik investasi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, Andry menekankan menarik investasi lebih besar juga memerlukan perencanaan yang matang khususnya dalam mewujudkan regulasi yang sederhana dan fleksibel.
"Jika disederhanakan tanpa perencanaan matang, bisa jadi kita terkena imbas dari investasi asing yang akan datang. Semua aspek terutama lingkungan dan manusia dilibas demi investasi," katanya.
Peneliti Indef Andry Satrio Nugroho: Daya saing jadi PR pemerintahan baru Jokowi
Jumat, 18 Oktober 2019 17:48 WIB
Daya saing dan produktivitas di pasar internasional hasilnya masih belum cukup terlihat