Pekanbaru (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Riau meminta pengelola apotek secara sukarela berhenti menjual obat lambung yang mengandung Ranitidin menyusul keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan menghentikan sementara peredaran obat jenis tersebut guna memeriksa cemaran N-nitrosodimethylamine (NDMA) di dalamnya.
"Imbauan ini menindaklanjuti instruksi Menteri Kesehatan. Kami meminta apotek untuk menarik obatnya dan dikembalikan ke pihak penyuplai," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Mimi Yuliani Nazir di Pekanbaru, Minggu.
"Kami berharap pihak-pihak penyedia obat mematuhi apa yang telah dikeluarkan oleh BPOM," ia menambahkan.
Mimi juga mengimbau warga tidak lagi mengonsumsi Ranitidin dan berhati-hati dalam menggunakan obat pereda sakit lambung.
Ada 67 merek obat lambung dalam bentuk injeksi, tablet, dan sirup yang mengandung Ranitidin yang beredar di Indonesia.
BPOM mengimbau warga yang sudah terbiasa mengonsumsi obat yang mengandung Ranitidin berkonsultasi dengan dokter supaya diberi obat pengganti.
BPOM memutuskan menghentikan sementara peredaran obat yang mengandung Ranitidin setelah mendapat pemberitahuan dari Badan Pangan dan Obat-obatan Amerika Serikat dan Badan Obat Eropa mengenai keamanan obat-obatan yang mengandung Ranitidin.
Siaran di laman resmi BPOM menyebutkan bahwa menurut studi global ambang batas NDMA yang diperbolehkan adalah 96 nanogram per hari. Konsumsi NDMA melebihi ambang batas tersebut dalam jangka lama bisa menimbulkan kanker.
Apotek di Riau diminta tak jual obat mengandung Ranitidin
Minggu, 13 Oktober 2019 11:27 WIB
Imbauan ini menindaklanjuti instruksi Menteri Kesehatan. Kami meminta apotek untuk menarik obatnya dan dikembalikan ke pihak penyuplai