Jakarta (ANTARA) - Relawan Jokowi dari Komite Penggerak Nawacita (KPN) mengecam keras penusukan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Jenderal TNI (Purn) Wiranto saat melakukan kunjungan kerja di Menes, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10).
Juru bicara Komite Penggerak Nawacita, Dedy Mawardi, di Jakarta, Jumat, mengatakan, aksi brutal tersebut adalah tindakan yang tidak patut ditoleransi.
Menurut dia, bila membenci pemerintah bukan berarti menyerang fisiknya, melainkan mengkritisi kebijakan pemerintah.
"Jadi perlu adanya edukasi kepada masyarakat, bahwa bila tidak senang dengan pemerintah sebaiknya mengkritisi kebijakannya, bukan menyerang fisiknya seperti yang terjadi dengan pak Wiranto," ujar Dedy dalam keterangannya.
Oleh karena itu Komite Penggerak Nawacita, mengecam keras tindakan brutal yang tidak dapat dibenarkan tersebut.
"Apa pun alasannya aksi brutal itu nggak bisa kita benarkan, kami mengecam keras tindakan brutal itu," tegas Dedy.
Sekjen Seknas Jokowi ini pun meminta kepada aparat penegak hukum agar mengusut secara tuntas hingga diungkap otak pelakunya karena dirinya mencurigai kedua pelaku yang baru dua bulan kontrak di Menes, Pandeglang itu sudah mengetahui sebelumnya akan adanya kunjungan kerja Menko Polhukam.
"Jadi kayak udah tahu aja dia kunjungan kerja Menko Polhukam ke sana. Aneh juga ya, baru dua bulan ngontrak di sana, jangan-jangan ada yang mendisain," ucapnya, menduga.
Wiranto pada Kamis (10/10) ditusuk oleh terduga teroris di Alun-alun Menes, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, usai melakukan kunjungan kerja.
Lalu dia diterbangkan ke RSPAD setelah mendapatkan pengobatan awal di Puskesmas Menes dan RSUD Berkah Pandeglang.
Presiden Jokowi telah mengarahkan pengusutan tuntas insiden penusukan kepada Wiranto.
Jokowi juga mengajak masyarakat untuk memerangi terorisme, dan radikalisme di negeri ini.
Relawan Jokowi dari KPN kecam penusukan terhadap Wiranto
Jumat, 11 Oktober 2019 16:56 WIB
Bila membenci pemerintah bukan berarti menyerang fisiknya, melainkan mengkritisi kebijakan pemerintah.