Jakarta (ANTARA) - Gempa bumi tektonik yang mengguncang wilayah Laut Banda dengan magnitudo 6,4 pada Minggu (22/9) pukul 02.53.15 WIB membuktikan bahwa subduksi Banda aktif.
"Terjadinya deformasi batuan sebagai pemicu gempa di kedalaman lebih dari 70 km di zona ini memberi petunjuk kepada kita bahwa proses subduksi atau penujaman Lempeng Indo-Australia di bawah Laut Banda masih Aktif," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu.
Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempabumi ini berkekuatan magnitudo 6,4 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi magnitudo 6,0.
Episenter terletak pada koordinat 6,57 LS dan 130,52 BT, tepatnya di laut pada jarak 177 km arah barat laut Kota Saumlaki pada kedalaman 97 km, tepat di bawah Cekungan Weber Deep.
Gempa ini merupakan gempa menengah akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia di Laut Banda. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan mekanisme pergerakan naik (thrust fault). Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami.
Guncangan gempa dirasakan sebagian masyarakat di Kota Saumlaki dalam skala intensitas II MMI yang artinya getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut.
Lemahnya guncangan di sekitar pusat gempa disebabkan karena hiposenternya di kedalaman menengah dan aspek batuan keras pulau-pulau di sekitarnya, sehingga guncangan dapat diredam, tambah Daryono.
Hingga Minggu pagi, 22 September 2019 pukul 04.20 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan hanya terjadi satu kali aktivitas gempa susulan (aftershock).
Gempa magnitudo 6,4 di Laut Banda
Minggu, 22 September 2019 10:12 WIB
Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempabumi ini berkekuatan magnitudo 6,4 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi magnitudo 6,0.