Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) mengklaim volume tumpahan minyak akibat kebocoran gas di anjungan lepas pantai YY PHE ONWJ di wilayah Karawang, Jawa Barat, tinggal 10 persen dibandingkan volume awal tumpahan minyak yang ditaksir mencapai 3.000 barel per hari.
“Hingga hari ini dampaknya sudah semakin mengecil. Kalau dilihat dari tumpahan minyak sudah tinggal 10 persen dari pertama kali terjadi. Kami terus lakukan penanganan,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam jumpa pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, Kamis.
Nicke menjelaskan pihaknya berkomitmen penuh untuk melakukan penanganan dengan sebaik-baiknya. Semua upaya terbaik terus dikerahkan untuk menahan tumpahan minyak agar tidak sampai ke darat.
“Bahkan kami menggunakan tujuh lapis proteksi supaya dampak terhadap masyarakat dan lingkungan bisa kita minimalkan,” katanya.
Baca juga: Laut Indonesia dikenal jadi tempat buang limbah minyak
Pertamina sendiri, lanjut Nicke, telah mengerahkan 27 kapal dan 800 orang demi mengatasi insiden tersebut.
“Tapi yang permanen adalah bagaimana kita mematikan sumur agar tidak mengeluarkan tumpahan minyak, dan ini akan kami lakukan,” ujarnya.
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan Samsu menjelaskan proteksi tujuh lapis yang dilakukan di area terdampak. Pada lapis peratama, di sekitar anjungan YY dipasang “static oil boom” agar minyak tetap berada di area tersebut dan tidak menyebar. Kemudian, di lapisan kedua, ditempatkan “dynamic oil boom” unutk mengejar tumpahan minyak yang lolos dari lapisan pertama.
Lapis ketiga kembali diisi dengan alat yang sama pada lapis kedua guna menahan tumpahan minyak yang lolos.
“Layer keempat kita taruh perhatian khusus ke anjungan yang ada awaknya. Kami harus memastukan minyak tidak sampai di situ, dan kalau sampai di situ harus diangkat segera,” ujarnya.
Ada pun lapisan selanjutnya atau lapisan kelima yaitu memasang “oil boom” Tanjung Sedari dan lapis keenam pemasangan dilakukan di Tanjung Bekasi. Selanjutnya, lapis terakhir yakni “aerial surveillance” atau pantauan udara untuk melihat di pesisir utara Jawa.
Ada pun terkait penurunan volume tumpahan minyak, Dharmawan mengatakan sejak 26 Juli lalu terlihat mulai ada penurunan signifikan berdasarkan observasi, simulasi, dan foto udara.
“Tentu ada alasan scientific mengenai itu. Kita dapatkan angka sekitar rata-rata 300 barel per hari dari yang diangkat. Mudah-mudahan tu pahan yang ke darat bisa kita cegah karena yang sekarang di darat kemungkinan berasal dari awal terjadinya tumpahan,” katanya.
Baca juga: Walhi menduga kuat tumpahan minyak di Kepulauan Seribu dari Pertamina