Jakarta (ANTARA) - Investor asing tercatat membeli bersih Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp1,7 triliun pada kurun 21-22 Mei 2019, meskipun di dalam negeri sedang terjadi demonstrasi cukup masif terkait Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis, memandang bahwa kepercayaan investor asing masih sangat terjaga terhadap fundamental perekonomian Indonesia.
Adapun tekanan yang sempat melanda Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah dalam sepekan terakhir diklaim Perry lebih karena eskalasi perang dagang antara AS dan China.
"Di Pasar Surat Berharga Negara (SBN) terjadi inflow (aliran masuk dana asing) sekitar net buy Rp1,7 triliun. Dan ini dipengaruhi ekspektasi perbaikan ekonomi domestik ke depan, dan juga tentu saja imbal hasil yang cukup baik," ujar dia.
Meskipun imbal hasil menurun karena prospek obligasi yang meningkat, imbal hasil SBN tenor 10 tahun masih dipandang Perry cukup kompetitif, di sekitar 7,95 persen dibandingkan dengan imbal hasil di negara-negara sepadan (peers).
Dengan perkembangan hingga Kamis ini, total aliran masuk dana asing ke SBN sejak awal tahun sebesar Rp57 triliun.
"Saya kira aliran masuk dana asing yang berlanjut menunjukkan kepercayaan pasar dari asing dan domestik," ujar dia.
Pada Rabu kemarin, di pasar spot, nilai tukar rupiah ditutup menembus level Rp14.520 per dolar AS. Per Kamis ini, pukul 15.00 WIB, di pasar spot, rupiah sudah kembali menguat ke Rp14.477 per dolar AS.
Perry mengatakan BI siap untuk intervensi di pasar SBN dan valas untuk membendung tekanan yang bisa melemahkan nilai tukar rupiah.
"Saat terjadi aliran keluar dana asing (outflow), tentu kami akan intervensi, tentunya di pasar valas dan membeli SBN di pasar sekunder. Kami sudah membeli SBN di pasar sekunder sejak awal Januari hingga saat ini sebesar Rp19,47 triliun (year to date/ytd)," ujar Perry.
Meski terjadi demonstrasi, Investor asing beli SBN Rp1,7 triliun
Kamis, 23 Mei 2019 15:28 WIB
Adapun tekanan yang sempat melanda Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah dalam sepekan terakhir diklaim Perry lebih karena eskalasi perang dagang antara AS dan China.