Pengunjung Museum Multatuli Lebak Capai 14.500 Orang
Selasa, 9 Oktober 2018 8:24 WIB
Pengunjung Museum Multatuli Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, menembus 14.500 orang, dan pihak pengelola menggratiskan semua pengunjung untuk masuk ke museum itu.
Lebak (Antaranews Banten) - Pengunjung Museum Multatuli Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, sejak diresmikan Februari 2018 lalu hingga kini menembus 14.500 orang dan 450 diantaranya wisatawan mancaegara.
"Semua pengunjung digratiskan masuk Museum Multatuli," kata Kepala Gedung Museum Multatuli Rangkasbitung Kabupaten Lebak Ubaidillah Muktar di Lebak, Selasa.
Kebanyakan pengunjung merupakan wisatawan domestik dan mancanegara itu dari kalangan pecinta sejarah, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum.
Mereka tertarik untuk mengetahui museum Multatuli Rangkasbitung sebagai bagian sejarah dunia.
Dimana novel Max Havelaar karya pena Multatuli yang mengangkat kisah rezim Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang mendapat pertentangan dari Edward Douwes Dekker yang menjabat seorang Asisten Residen Lebak 1850.
Edwar Douwes Dekker seorang warga Belanda melihat Pemerintahan Hinda Belanda melakukan tindakan semena-mena terhadap kaum pribumi dan mereka diperas oleh para mandor, para demang, dan para bupati.
Mereka keluarga para kuli tinggal di desa-desa sekitar perkebunan secara melarat dan ditindas dengan diperlakukan kurang adil oleh para petugas pemerintah setempat.
"Saya kira wisatawan mengunjungi museum Multatuli yang mendunia keinginan untuk mengetahui dokumen maupun arsip sebagai saksi sejarah," katanya menjelaskan.
Menurut dia, pengunjung wisatawan domestik juga banyak dari wilayah Jakart,Bogor, Tangerang dan Bekasi,terlebih PT Kereta Api Indonesia mengoperasikan Kereta Rel Listrik atau Commuterline.
Diperkirakan pengunjung musem itu mencapai 200 orang per hari dan mereka gratis tanpa dikenakan retribusi.
Selama ini, museum Multatuli Rangkasbitung yang dibangun Pemerintah Kabupaten Lebak untuk mendongkrak kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan mncanegara.
"Kami berharap museum Multatuli itu menjadikan ikon priwisata di Lebak," ujarnya.
Samuel (35) seorang pecinta sejarah warga DKI Jakarta mengaku berkunjung ke Museum Multatuli untuk mengetahui sejarah kelam masyarakat Lebak yang diperlakukan tidak berperikemanusian oleh kolonial Hindia Belanda.
"Kami memuji seorang Belanda yang menjabat residen berani membela rakyat Lebak karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan," katanya.
Sementara itu, wisatawan mancanegara kebanyakan dari Belanda dan Jerman.
Direktur Konservator Multatuli Huis Amsterdam, Klaartje Groot, mengapresiasi museum Multatuli di Kota Rangkasbitung, Kabupaten Lebak mengatakan sejarah Multatuli itu jangan sampai terjadi atau terulang karena kolonial telah melakukan kesalahan besar dengan melakukan kerja paksa dan penindasan terhadap masyarakat pribumi sehingga mereka pada masa lalu hidup menderita.
Kesengsaraan dan kelaparan dialami masyarakat Kabupaten Lebak akibat pajak dikeruk oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Eduard Douwes Dekker yang diutus pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai Asisten Residen Lebak pada 1850 untuk ditugaskan di Kabupaten Lebak.
Perjuangan Douwes Dekker mengangkat nasib buruk warga Lebak dari penderitaan.
Selain pekerja keras, Douwes Dekker juga suka membantu masyarakat Kabupaten Lebak.
"Kami dari Belanda datang ke sini ingin melihat langsung gedung museum Multatuli itu," katanya.
Gedung museum Multatuli dilengkapi miniatur VOC, 34 artepak Edward Douwes Dekker juga perabotan rumah tangga.
Selain itu juga satu ruangan menceritakan kisah hidup Multatuli juga ruangan sejarah Banten.
Disamping juga surat Eduard Douwes Dekker untuk Raja Willem III melakukan protes atas sikap di tanah jajahan yang melakukan penindasan hingga pemberitahuan perihal naskah buku Max Havelaar yang akan terbit.
Dalam surat ini, Douwes Dekker memohon agar Raja Willem III memberikan perhatian lebih kepada Hindia Belanda yang dikelola banyak merugikan rakyat.
Begitu juga dilengkapi potensi budaya kehidupan masyarakat Badui dan pertambagan emas Cikotok.
"Kami berharap musem Multatuli agar generasi penerus mengenang sejarah," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak Wawan Ruswandi.