Serang, (Antara News)- Pemerintah Provinsi Banten menjadi salah satu daerah dari enam daerah lainnya yang menjadi Pilot Project upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Enam provinsi yang dianggap rawan korupsi berdasarkan pengalaman kejadian kasus korupsi di daerah tersebut diantaranya Riau, Banten, Sumatera Utara, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Papua dan Papua Barat.
Berkaitan dengan upaya-upaya dalam melaksanakan langkah aksi pemberantasan korupsi secara terintegrasi di Provinsi Banten, KPK sudah melaksanakan beberapa kali rapat kordinasi, supervisi dalam pencegahan korupsi (Korsupgah) di Provinsi Banten. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi membekali seluruh kepala daerah se-Provinsi Banten dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui workshop integritas di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/5).
Melalui workshop tersebut, KPK mendorong agar para pimpinan daerah dan penyelenggara negara di lingkungan Provinsi Banten meningkatkan komitmen antikorupsi dalam tata kelola pemerintah yang bersih, transparan dan akuntabel. ''KPK Bekali Integritas kepada Kepala Daerah Se-Banten" (www.kpk.go.id)
Tidak hanya itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memantau rencana aksi dan langkah aksi dari upaya koordinasi, supervisi pencegahan korupsi di Banten. Sejumlah upaya dari Pemprov Banten juga terus dilakukan, untuk mendorong agar Banten menjadi daerah yang menjadi contoh daerah lainnya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan terbebas dari korupsi.
Terkait kasus korupsi, Pemerintah Provinsi Banten termasuk masyarakatnya hendaknya berkaca pada kejadian 2013 lalu, dimana pada saat itu sebagian masyarakat menyebutnya terjadi "Tsunami Politik dan Hukum di Banten'' dan Banten menjadi lebih terkenal di tanah air melalui berbagai pemberitaan negatifnya.
Kejadian itu berawal dari munculnya kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar saat itu, yang akhirnya menyeret pimpinan tertinggi di Banten yang sudah berkuasa cukup lama.
Namun demikian, kejadian ini tidak serta-merta menjadi pelajaran dan pengalanan serta tidak memberi efek jera bagi sebagian petinggi di birokrasi dan orang-orang yang diberi amanah oleh rakyat untuk mengurus provinsi yang terkenal dengan Jawara dan Ulama ini.
Alhasil pada akhir 2015 lalu, kembali muncul kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK di sebuah rumah makan di Kota Tangerang dalam kaitan dengan penyertaan modal untuk pembentukan bank Banten. Atas kejadian OTT ini, tiga orang diamankan KPK dua diantaranya anggota DPRD Provinsi Banten dan satu orang saat itu menjabat sebagai Direktur Perusahaan Daerah (PD) PT Banten Global Development.
Atas dasar itulah, akhirnya KPK giat datang ke Banten untuk memberikan berbagai arahan, kordinasi dan supervisi dalam pemberantasan korupsi secara terintegrsi di Banten, termasuk kedatangan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Dalam berbagai kesempatan rapat kordinasi, KPK selalu mengambil istilah pemberantasan korupsi secara terintegrasi di Banten. Penggunaan istilah terintegrasi tersebut bisa dimungkinkan sebagai penegasan, karena korupsi di Banten sudah terjadi secara sistemik dan menyentuh berbagai lini dalam birokrasi termasuk di unsur legislatif.
Sehingga kemungkinan penggunaan istilah pemberantasan korupsi secara terintegrasi ini, KPK menekankan butuh upaya-upaya pemberantasan korupsi di Banten secara komprehensif dan menyentuh semua jajaran di eksekutif dan juga legsilatif.
Buktinya, KPK juga beberapa kali memberikan arahan kepada anggota DPRD Banten, termasuk saat mendatangkan tiga penyidik KPK diantaranya Novel Bawedan.
Upaya KPK untuk mengawal Banten yang bebas korupsi, disambut baik Gubernur Banten Rano Karno dengan menyampaikan komitmennya untuk pemberantasan korupsi. Niat baik dari pimpinan tertinggi di Banten dalam rangka rencana aksi dan langkah aksi pemberantasan korupsi, diwujudkan dengan mengeluarkan Keputusan Gubernur Banten No 703.05/Kep.232-Huk/20016 Tentang Penetapan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Banten dan Satuan Tugas Pelaksana Rencana Aksi.
Dalam Kepgub tersebut, Pemprov Banten sudah membentuk empat tim atau satuan tugas (Satgas) untuk penyelesaian sejumlah permasalahan yang dinilai rawan terjadinya korupsi yakni pokja pengelolaan APBD, Pengadaan barang dan jasa, pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM) serta pengawasan internal dan Pokja Perizinan. (Antaranews.com 17/5 2016).
Langkah dalam pemberantasan korupsi di Banten tersebut tentunya membutuhkan peran serta semua elemen masyarakat, terlebih lagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai objek dari upaya pemberantasan korupsi yang terus dikawal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Posisi Humas Pemerintah Provinsi Banten juga harus berperan optimal dalam menerjemahkan semangat dan kebijakan yang dilakukan pemerintah Provinsi Banten, melalui berbagai upaya dan sosialisasi yang mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mewujudkan transparansi sesuai dengan amanat UU No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Upaya humas mendorong keterbukaan informasi publik menjadi salah satu kunci mewujudkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik dalam hal ini SKPD di Pemprov Banten, yang ujungnya akan mendorong partisipasi masyarkat dalam pembangunan serta menutup peluang terjadinya Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN).