Kasus prevalensi angka stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak akibat gagal tubuh di Kabupaten Lebak, Banten sampai April 2023 menurun menjadi 3.736 orang dari sebelumnya 1 Desember 2022 sebanyak 4.618 orang.
"Menurunnya kasus angka prevalensi stunting itu, karena organisasi perangkat daerah (OPD) setempat dan berbagai elemen masyarakat bersinergi dan berkolaborasi untuk penanganannya," kata Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Lebak Ade Sumardi di Lebak, Selasa.
Baca juga: 13.876 keluarga resiko stunting di Kabupaten Lebak perolehan bantuan pangan
Baca juga: 13.876 keluarga resiko stunting di Kabupaten Lebak perolehan bantuan pangan
Pemerintah Kabupaten Lebak mengapresiasi jumlah kasus stunting di Kabupaten Lebak menurun, karena berjalannya OPD, Stokholder (pemangku jabatan) dan elemen masyarakat.
Penanganan stunting tentu harus melibatkan semua pihak dengan sinergi dan kolaborasi secara bersama - sama untuk penangananya.
Persoalan stunting merupakan masalah besar apabila tidak segera ditangani yang tentunya akan menjadi beban bagi negara dan akan melahirkan generasi yang tidak berkualitas.
Sebab, penderita stunting dipastikan mengalami keterlambatan berpikir juga jika dewasa mengidap penyakit darah tinggi,jantung dan diabetes.
Dengan demikian, penanganan stunting harus secepatnya dilakukan pencegahan dan melibatkan semua pihak yang merasa terpanggil agar tidak ada lagi anak mengalami stunting.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi anak stunting di Lebak sebesar 27,5 persen yang artinya dari 100 anak yang ada di Lebak, 27 di antaranya mengalami stunting.
Namun demikian , jumlah penanganan stunting di Kabupaten Lebak berjalan baik setelah dilakukan pengukuran tubuh kepada 108 ribu balita yang dinyatakan stunting berdasarkan "by name by adress" atau sesuai nama dan alamat tercatat 3.736 balita, padahal tahun sebelumnya 4.618 orang.
"Kami meyakini angka prevalensi stunting dipastikan menurun 14 persen sesuai target Presiden Jiko Widodo pada 2024,"kata Ade.
orang tercatat
Sementara itu,Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Hj Tuti Nurasiah mengatakan pihaknya sebagai ketua tim koordinasi penanganan stunting bersama OPD, stokholder dan elemen masyarakat saat ini berjalan baik penanganan stunting.
Pihaknya juga melakukan desiminasi audit kasus stunting dengan kajian, identifikasi kasus dan pengambilan sampel.
Permasalahan stunting itu, nantinya dikaji untuk mengetahui penyebabnya dan kenapa mereka positif stunting.
Sebab, desiminasi audit kasus stunting itu bertujuan untuk mencari data yang valid bagi anak-anak yang mengalami stunting seluas-luasnya maupun sedalam-dalamnya agar tidak terjadi kepada keluarga yang serupa.
"Kita melakukan audit dan data yang valid agar tidak ada lagi kasus stunting," katanya menjelaskan.
Menurut dia, hasil desiminasi audisi kasus angka prevalensi stunting itu berdasarkan hasil implementasi dan rekomendasi empat pakar di antaranya ahli gizi, dokter spesialis anak, dokter spesialis kandungan.
Dari empat pakar itu, kata dia, penyebab stunting karena tidak memiliki jamban, air bersih kurang dan waktu melahirkan anaknya tidak diberikan Air Susu Ibu (ASI).
Selanjutnya, orang tuanya merokok di dalam rumah, sehingga semua warganya terpapar asap dan bisa menimbulkan stunting.
Selain itu, tidak membiasakan makan protein hewani dan anak yang rawan stunting itu anak kelima.
"Kita terus bekerja keras agar angka prevalensi stunting menurun, sehingga dapat menciptakan generasi bangsa yang unggul,"katanya.