Lebak (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten menangani stunting atau kekerdilan anak di bawah lima tahun (balita) akibat gagal tubuh dengan delapan konvergensi (menyeluruh).
"Dengan delapan konvergensi itu diharapkan bersinergi untuk penurunan kasus stunting," kata Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Tuti Nurasiah di Lebak, Rabu.
Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak gandeng PVMBG teliti pergerakan tanah di Cigoong Utara
Penanganan stunting dengan delapan konvergensi itu antara lain analisis situasi, rencana kegiatan, rembuk stunting, perbup/perwali kewenangan desa, pembinaan kader pembangunan masyarakat, manajemen data, pengukuran dan publikasi stunting, dan review.
Delapan konvergensi itu dijadikan acuan dasar untuk pengalokasian anggaran untuk penanganan stunting.
Selain itu juga bersinergi dengan tim percepatan penanggulangan stunting (TPPS) dan melibatkan instansi lain, seperti Dinas Kesehatan, BKKBN, Dinas Permukiman, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Sosial, Dinas Pengendalian Penduduk,TNI, Polri hingga Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lebak.
Selain juga berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga pendidikan, posyandu, komunitas dan organisasi perempuan serta stakeholder (pemangku kepentingan).
"Kita berkeyakinan dengan melibatkan semua pihak, target penurunan angka stunting 14 persen pada tahun 2024 bisa terealisasi," kata Tuti.
Pihaknya juga melaksanakan berbagai program untuk mempercepat penurunan angka prevalensi stunting, di antaranya memberikan bantuan aneka makanan kepada balita dan ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK), kemudian pemberian vitamin tambah darah untuk remaja putri, pencatatan calon pengantin, hingga melakukan pemeriksaan kesehatan anak-anak dan ibu hamil.
Selain itu dilakukan pula diseminasi audit kasus stunting melalui kajian, identifikasi kasus, dan pengambilan sampel, untuk mengetahui permasalahan stunting di lapangan, sehingga mendapat data valid penyebab stunting.
Menurut dia, salah satu penyebab stunting di Kabupaten Lebak karena rumah tidak layak huni, tidak memiliki air bersih dan sanitasi jamban, serta penghasilan yang rendah.
Karena itu, pihaknya mengoptimalkan pendampingan dengan instansi pemerintah daerah melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Misalnya, kata dia, kondisi rumah tidak layak huni dan tidak memiliki jamban dan air bersih, maka OPD yang terlibat adalah Dinas Permukiman dan Dinas PUPR.
Sedangkan untuk ketersediaan pangan, ekonomi, dan kesehatan, melibatkan Dinsos, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Koperasi dan UKM, Disnaker, hingga Dinas Kesehatan setempat.
Selain itu TNI dan Polri juga dilibatkan menjadi orang tua asuh untuk mendampingi balita yang positif stunting.
"Penanganan stunting harus secara terintegrasi dan saling terkait dengan kerja tim," katanya.
Ketua TPPS Kabupaten Lebak Ade Sumardi mengatakan pihaknya berkolaborasi dengan berbagai instansi untuk meminimalisasi kasus stunting di wilayahnya.
Pemerintah daerah juga melakukan pencegahan sejak dini melalui pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri.
Tujuannya agar mereka saat berumah tangga dan hamil tidak mengalami Kurang Energi Kronik (KEK) yang berpotensi melahirkan stunting.
Selain itu, juga memberikan penyuluhan dan edukasi kepada remaja maupun calon pengantin untuk meningkatkan pemahaman asupan gizi, kesehatan anak, dan pola asuh yang benar.
Dengan begitu, mereka nantinya mampu merawat anak dengan baik.
Dalam rumah tangga, kata Ade, harus memiliki sumber penghasilan ekonomi sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan keluarga.*