Sejumlah perajin batik lokal di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten kembali menggeliat sehubungan meningkatnya permintaan konsumen sehingga berdampak terhadap omzet pendapatan.
"Kami sudah setahun terakhir ini omzet pendapatan meningkat hingga mencapai Rp15 juta per bulan dibandingkan pandemi COVID-19 sama sekali tidak menghasilkan pendapatan," kata Dedi, seorang perajin batik lokal saat ditemui di Lebak, Senin.
Baca juga: NU Lebak nilai Mahfud MD layak jadi cawapres
Baca juga: NU Lebak nilai Mahfud MD layak jadi cawapres
Meningkatnya permintaan konsumen itu kini membuat pelaku UMKM khusus produk batik lokal menggeliat pascapandemi COVID-19.
Saat pandemi COVID-19 banyak pelaku UMKM produk batik lokal gulung tikar, karena sama sekali tidak menghasilkan omzet pendapatan.
Saat ini, kata dia, dirinya memproduksi batik lokal dengan lima karyawan sibuk melayani permintaan konsumen.
Kebanyakan konsumen itu para aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di instansi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak.
Produk batik lokal itu terdiri dari batik temporer, batik lukis, batik tulis dan batik canting.
Harga batik lokal yang dijual bervariasi tergantung kualitasnya mulai Rp150 ribu hingga Rp700 ribu dengan ukuran 2x3 meter.
"Kami kini kebanyakan pesanan batik temporer dan batik lukis dengan harga Rp130-500 ribu/kain," katanya menjelaskan.
Umsaro (55), seorang pelaku UMKM batik canting Kabupaten Lebak mengatakan pihaknya merasa kewalahan melayani permintaan konsumen sejak satu bulan terakhir hingga mendongkrak pendapatan ekonomi.
Permintaan konsumen itu kebanyakan yang memiliki butik, juga desainer busana dan masyarakat umum.
Mereka dari kalangan masyarakat umum itu setelah melihat dari media sosial.
Konsumen tertarik batik Lebak itu, karena memiliki 12 motif unik dibandingkan dengan batik lain di Tanah Air.
Motif batik Lebak itu dinilai unik, karena menggambarkan filosofi kehidupan masyarakat Badui yang cinta terhadap alam.
Karena itu, batik lokal didominasi gambar lukisan alam, seperti huma juga rumah pangan atau leuit.
"Kami hari ini melayani permintaan konsumen dari Tangerang, Serang, Jakarta, dan Bandung dengan jumlah cukup banyak," kata Umsaro sambil menyatakan kini omzet mencapai Rp100 juta per bulan dibandingkan pandemi COVID-19 tidak menghasilkan pendapatan.
Begitu juga Yusuf, pengelola Rumah Batik Lebak Sehati mengatakan permintaan konsumen kembali meningkat dari 20 potong kini menjadi 250 potong/bulan dengan omzet Rp35 juta dibandingkan dua tahun sebelumnya Rp5 juta/bulan.
Konsumen di sini sebagian besar dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), BUMN, dan BUMD.
Produksi batik lokal memiliki 12 motif, antara lain motif Seren Taun, Sawarna, Gula Sakojor, Pare Sapocong, Kahirupan Baduy, Leuit Sijimat, Rangkasbitung, Caruluk Saruntuy, Lebak Bertauhid, Angklung Buhun, Kalimaya, dan Sadulur.
"Kami mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah mewajibkan ASN memakai batik lokal," kata Yusuf.
Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Abdul Waseh Rahmat mengatakan pemerintah daerah mendorong pelaku usaha batik lokal agar meningkatkan kualitas sehingga bisa bersaing pasar.
Saat ini, pelaku kerajinan batik lokal tumbuh dan berkembang, sehingga menyumbangkan perekonomian masyarakat Lebak. Bahkan, kini permintaan batik Lebak di Plaza Komoditi meningkat, terlebih beroperasi Jalan Tol Rangkasbitung-Serang.
"Kami terus membina dan menampung hingga mempromosikan batik Lebak, karena dapat menyumbangkan ekonomi masyarakat setempat," kata Abdul Waseh.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Perajin batik lokal di Lebak Banten kembali menggeliat