Permintaan kain tenun Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten kembali mulai normal sejak pandemi COVID-19 yang terjadi dua tahun terakhir, yang berdampak omzet pendapatan perajin menurun drastis.
"Sekarang, permintaan kain tenun Badui relatif berangsur mulai normal lagi, setelah dua tahun turun drastis akibat pandemi COVID-19," kata Jali, seorang perajin warga Badui di Kabupaten Lebak, Sabtu.
Baca juga: Permintaan kain tenun Badui kembali meningkat
Baca juga: Permintaan kain tenun Badui kembali meningkat
Ia bersyukur permintaan kain tenun Badui, yang belum lama ini menerima Sertifikat/Surat Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal atas Tenun Badui dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kembali normal.
Para wisatawan yang berkunjung ke permukiman masyarakat Badui, kata dia, selalu membeli kain tenun Badui dengan jumlah cukup banyak sebagai oleh-oleh untuk pulang ke daerah asalnya.
Kebanyakan pengunjung wisatawan itu datang dari Jakarta, Bogor, Bekasi, Karawang dan sejumlah kota di Provinsi Banten sendiri.
Kunjungan para wisatawan, kata dia, meningkat di kawasan permukiman Badui itu setiap hari Sabtu dan Minggu.
"Kami merasa kewalahan melayani permintaan wisatawan hingga menghasilkan omzet pendapatan sekitar Rp10 juta/pekan, yang jika dibandingkan saat awal COVID-19 sepi pembeli," kata Jali.
Begitu juga perajin kain tenun Badui lainnya, Sarti, yang mengaku saat ini permintaan kain tenun relatif meningkat dan hampir setiap akhir pekan bisa menghasilkan omzet sekitar Rp12 juta, karena banyaknya wisatawan.
Pendapatan sebesar itu, menurut dia, sudah mulai normal dibandingkan saat merebak COVID-19, di mana perajin merasakan dampak penurunan penjualan.
Produk kain tenun Badui itu dijual tergantung kualitas berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp1,2 juta per lembar dengan ukuran 3X3 meter persegi.
"Kami berharap produk kain tenun itu dapat menyumbangkan ekonomi keluarga," kata Sarti.
Sedangkan perajin tenun Badui lainnya, Neng, mengaku dirinya kini memroduksi kain tenun lagi dan juga kembali memajang produksi kerajinan Badui di balai rumah sambil menunggu kedatangan wisawatan pengunjung.
Produksi kerajinan Badui, selain kain tenun juga selendang, pakaian batik Badui, baju kampret, ikat kepala atau lomar, cendera mata , tas koja, golok, dan madu lebah.
"Kami hanya mengandalkan konsumen dari pengunjung wisatawan itu " kata Neng.
Tetua adat Badui, yang juga Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan saat ini jumlah perajin sekitar 2.000 pelaku usaha, yang kini kembali memproduksi dari sebelumnya menghentikan kegiatan akibat dampak pandemi COVID-19.
"Kami merasa senang pelaku usaha kerajinan tenun kembali normal, sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga, " katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, Abdul Waseh mengatakan saat ini produk kain tenun Badui merasa bangga setelah Kemenkumham memberikan penghargaan Kekayaan Intelektual Komunal.
Sebab, produk kain tenun Badui memiliki keunggulan yang dilakukan masyarakat adat untuk menopang pertumbuhan ekonomi da penyerapan lapangan pekerjaan.
Karena itu, kata dia, penghargaan kekayaan intelektual komunal dapat mendongkrak permintaan pasar.
"Kami mendorong produk kain tenun Badui menembus pasar mancanegara," demikian Abdul Waseh.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anjlok saat pandemi COVID-19, permintaan tenun Badui mulai normal