Aktivis perempuan Ratu Mintarsih mengatakan penyebab terbanyak terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dipicu perselingkuhan atau ada orang yang ketiga yang kemudian menimbulkan perkcekcokan dan perselisihan pasangan suami-istri.
"Perselingkuhan yang berujung terjadinya perselisihan itulahnya yang mendorong terjadinya KDRT," kata Mintarsih di Lebak, Senin.
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno targetkan 2024 pariwisata serap 4,4 juta tenaga kerja baru
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno targetkan 2024 pariwisata serap 4,4 juta tenaga kerja baru
Ia juga menyatakan, berkembangnya penggunaan teknologi digitalisasi dewasa ini, yang memudahkan komunikasi, menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus perselingkuhan.
"Mereka perselingkuhan itu bisa saja dengan teman sekolah, teman kuliah, masa remaja maupun saling mengenal melalui media sosial dan Whatsap," ujarnya.
Selama ini, kata dia, kasus KDRT cenderung meningkat akibat kemudahan untuk perselingkuhan dengan menggunakan teknologi digitalisasi secara online itu.
Saat ini, terjadi KDRT di masyarakat berbagai strata sosial baik orang yang memiliki pendidikan tinggi, jabatan, artis hingga orang miskin.
Saya kira kebanyakan KDRT di masyarakat akibat perselingkuhan dengan adanya kemudahan berkomunikasi melalui media sosial hingga berujung percekcokan dan perselisihan dan menimbulkan kekerasan," kata Ketua Gerakan Organisasi Wanita ( GOW) Lebak.
Menurut dia, saat ini, penyebab pemicu KDRT itu bukan ekonomi lagi, karena banyak masyarakat dari golongan keluarga tidak mampu, namun tetap harmonis dalam membangun rumah tangganya.
Kehidupan rumah tangga di masyarakat dari kalangan keluarga pemulung hingga buruh bangunan, penarik becak dan ojeg di Lebak tidak ditemukan KDRT.
Namun, ujar dia, saat ini kasus yang menonjol adalah kekerasan seksual terhadap anak yang cenderung meningkat.
Dengan demikian, untuk mencegah KDRT tentu kedua belah pihak antara suami dan isteri harus saling mengenal kekurangan dan kelebihan karakter masing-masing.
Apabila, mereka dapat menyatukan juga memahami untuk saling mengenal kekurangan dan kelebihan karakter itu dipastikan tidak akan terjadi KDRT.
Sebab, prinsip perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah atau rumah tangga yang tentram, penuh kasih sayang dan rahmat.
Selain itu juga dalam rumah tangga tentu harus memahami agama, karena pertanggungjawabanya hingga akherat nanti.
"Saya meyakini bila mereka saling mengenal karakter masing-masing dan memahami agama dalam rumah tangga dipastikan tidak akan terjadi KDRT," kata Mantan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak.
Ia mengatakan, pihaknya sangat mendukung KDRT diproses secara hukum, karena benar-benar mereka melakukan perbuatan kekerasan baik yang dilakukan perempuan maupun laki-laki.
Saat ini, kasus KDRT sudah memiliki Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
"Kita kerapkali mendampingi KDRT mulai pelaporan hingga proses sidang di pengadilan negeri," katanya.