Serang (ANTARA) - Penanganan sampah plastik masih menjadi persoalan di berbagai daerah, kondisi demikian mendorong PT Trinseo Material Indonesia produsen plastik, perekat lateks, dan karet sintetis memaparkan kisah sukses program Bali.
Trinseo melalui program edukasi tata kelola sampah "Yok Yok Ayok Daur Ulang" kembali menggelar webinar untuk meningkatkan literasi mengenai pentingnya mengelola dan memilah sampah berbasis sumber.
Kali ini Trinseo mengangkat Provinsi Bali yang dinilai berhasil dalam menangani persoalan sampah. Setelah hampir dua tahun menghadapi pandemi Covid-19, Indonesia khususnya Bali sebagai pusat pariwisata terbesar di Indonesia membuka kembali border untuk menyambut wisatawan domestik dan mancanegara.
Siaran pers yang diterima, Sabtu menyebutkan, meskipun hingga Oktober 2021 tingkat hunian hotel-hotel di Bali masih sangat rendah, Bali sudah melakukan persiapan-persiapan untuk menyambut kembali wisatawan mancanegara.
“Kami yakin ketika bisnis pariwisata kembali normal, dengan kesiapan yang kami lakukan sekarang, kami akan siap menyambut para wisatawan kembali ke Bali,” kata Ratna Soebrata, Kepala Divisi Pengembangan Kerjasama Internasional Bali Tourism Board sebagai salah seorang nara sumber webinar tersebut.
Sesi webinar yang dipandu oleh Hanggara Sukandar, Sustainability Director dari
Responsible Care® Indonesia ini Putu Ivan Yunatana selaku Founder dari Bali Waste Cycle dan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia.
Bali yang cukup terdampak dengan hadirnya pandemi Covid-19 ini sudah banyak melakukan banyak penyesuaian, mulai dari menerapkan protokol untuk meyakinkan wisatawan datang ke Bali dengan aman, mengadakan promo penerbangan dengan maskapai, hingga promo hotel-hotel dengan biaya yang sangat spesial dibanding yang ditawarkan sebelum adanya pandemi.
"Bagi orang luar Bali yang bekerja di Bali, awalnya mereka sewa tempat kos dengan biaya perbulan 5 juta rupiah. Sedangkan, sekarang sudah banyak hotel dengan fasilitas yang lebih dimaksimalkan dengan tersedianya rate mingguan. Hal ini memang kami lakukan untuk mendatangkan kembali wisatawan, terutama wisatawan domestik yang kami sadari merupakan salah satu harapan Bali," tambah Ratna menjelaskan.
Drs. I Made Teja, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali yang juga hadir pada webinar tersebut menjelaskan penerapan lockdown membuat aktivitas di luar ruangan berkurang sehingga berpengaruh dengan peningkatan sampah, terutama sampah PS Foam atau styrofoam.
Kebijakan pengelolaan sampah yang sudah tertuang di dalam Peraturan Gubernur 47 Tahun 2019 tentang pengelolaan sampah berbasis sumber menyebutkan bahwa kewajiban dari penghasil sampah dalam pengelolaan sampah di sumber adalah dengan cara menggunakan barang dan kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai.
Naiknya sampah PS Foam selama pandemi berbanding lurus dengan meningkatnya pesan antar makanan lewat aplikasi akibat dari pembatasan aktivitas luar rumah.
Hal tersebut dilatarbelakangi dari cara pandang bahwa pandemi Covid-19 membuat para pedagang membutuhkan kehigienisan dalam menjaga makanan yang telah disajikan. Begitu juga dengan kebutuhan kemasan makanan agar tetap terjaga keamanannya dari berbagai kontaminasi. Dengan berbagai jenis kemasan makanan yang tersedia, para pedagang memilih kemasan yang efektif dalam menjaga makanan tersebut. Salah satunya yaitu kemasan makanan berbahan PS Foam yang berguna dalam menjaga keamanan kepada para konsumen. Selain itu kemasan makanan berbahan PS Foam sangat terjangkau dari segi ekonomi.
Selain itu, PS Foam yang berbahan dasar Polystyrene adalah pilihan tepat untuk daur ulang berkelanjutan karena dapat didaur ulang 100 persen ke kondisi bahan bakunya dengan program yang telah diinformasikan dari ahli professional Polystyrene itu sendiri. Dengan memilih untuk mendaur ulang, Polystyrene menjadi sesuatu yang berdampak baik dari segi penghijauan dan ekonomi.
Kembali dibukanya border untuk wisatawan mancanegara diperkirakan akan berpengaruh terhadap produksi sampah di Bali. Oleh karena itu, tata kelola sampah secara holistik diperlukan sebagai bentuk persiapan menyambut kembali para wisatawan.
"Adanya Pergub terkait pemilahan sampah berbasis sumber sangat memudahkan kami sebagai pelaku daur ulang, karena proses kelola dan pemilahan sudah dilakukan dari hulu. Jika sudah dikelola dengan baik, sampah ini akan kembali menjadi barang ekonomi," Putu Ivan Yunatana, Founder dari Bali Waste Cycle dan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia menyampaikan.
Paradigma lama tentang ekonomi linear dijelaskan oleh Putu Ivan bahwa proses pengelolaan sampah berawal dari mengumpulkan, mengangkut, dan membuangnya di tempat pembuangan akhir. Hal tersebut menyebabkan permasalahan baru, di mana semakin sedikitnya ketersediaan tanah untuk tempat pembuangan akhir. Maka diperlukan solusi dengan paradigma baru tentang ekonomi sirkular, dimulai dari pemilahan sampah, pengumpulan sampah, kemudian dilanjutkan dengan proses daur ulang.
"Jika penerapan pengelolaan sampah dari sumber sudah berjalan dengan baik, cara pandang orang-orang tentang sampah plastik, terutama PS harus diubah, bahwa sampah ini merupakan bahan baku industri. Tugas kita sebagai masyarakat atau desa adalah untuk melakukan pemilahan dengan baik untuk kemudian bisa dibawa ke industri daur ulang. Dengan demikian kita dapat mencapai ekonomi sirkular, dan sampah tidak lagi berserakan di lingkungan sekitar," jelas Putu Ivan menutup sesi webinar Yok Yok Ayok Daur Ulang.