Jakarta (ANTARA) - Musisi yang tergabung dalam Journey to Zero mengajak generasi muda mencegah pemanasan global melalui lagu Lestari (Life We Can't Waste).
Lagu ini tercipta berangkat dari kepedulian terhadap terjadinya perubahan iklim yang membuat suhu bumi kian panas. Kondisi ini mengakibatkan kekeringan akan terjadi dimana-mana.
Dengan mengusung tagar #BirukanLangit, Journey to Zero (JTZ), inisiatif yang dibentuk oleh Katingan Mentaya Project dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama anak muda, terkait pengurangan emisi gas rumah kaca bumi melalui aktivitas sehari-hari.
Bertepatan dengan hari Pohon Sedunia (World Tree Day) yang jatuh pada 21 November, JTZ meluncurkan video musik baru berjudul Lestari (Life We Can’t Waste), hasil kolaborasi musisi-musisi muda Indonesia, yaitu Nikita Dompas, Anda Perdana, Faye Risakotta, dan Herald Genio.
Communication Manager Katingan Mentaya Project (KMP), Syane Luntungan dalam keterangan tertulis, Minggu, menyebutkan keterlibatan JTZ dalam lagu Lestari (Life We Can’t Waste) adalah untuk memfasilitasi keinginan para musisi muda yang terinspirasi oleh kampanye JTZ.
"Semangat project lagu Lestari (Life We Can’t Waste) adalah kolaborasi dalam memerangi efek perubahan iklim sekaligus ingin mendekatkan diri kepada generasi muda sebagai penerus. Kami ingin mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam upaya global ini.” tegas Syane.
Hal yang sama diungkapkan Nikita Dompas, Music Director Lestari (Life We Can’t Waste) yang terinspirasi oleh project Journey to Zero dan ingin ikut terlibat aktif dalam menjaga bumi.
"Sebagai musisi kami juga tidak bisa tinggal diam dan ingin ikut melakukan pencegahan terhadap pemanasan global dan climate change ini," ujar Nikita, "Dan kami tuangkan melalui lagu agar semua orang terutama generasi muda mulai start action dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan dalam keseharian kita."
Ditambahkan Nikita, hal menarik dari lagu Lestari (Life We Can’t Waste) ini adalah penggunaan tiga bahasa, yaitu Bahasa Dayak Ngaju, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia, untuk menunjukkan bahwa kearifan lokal kita bisa menjadi solusi permasalahan global.
Sementara itu, Video Director Lestari (Life We Can’t Waste), upieGuava, bersemangat mendukung project ini sebagai bentuk kepeduliannya terhadap isu global climate change. Dengan mengusung teknologi berupa gambar dan suara 360, upie ingin mengajak semua penonton untuk menjadi bagian dari video itu sendiri.
"Saya ingin video ini selain bisa menghibur penonton dengan pengalaman unik, juga berbagi informasi mengenai isu global yang sedang kita hadapi serta upaya penanggulangannya dalam aktivitas keseharian kita," ujar Upie.
Project Lestari (Life We Can’t Waste) ini tidak hanya melibatkan para musisi saja, beberapa kolaborator yang terdiri dari Praktisi Circular Fashion, Waste Management, dan Waste Processor turut mendukung pembuatan video klip ini.
Para Kolaborator seperti Ensemble, Bluesville, Pijak Bumi, Pable, dan Rekosistem mempunyai perhatian yang sama dan ikut memberikan dukungannya untuk project ini melalui bidang mereka.
Aryenda Atma, Founder Pable, yang mewakili para kolaborator mengaku sangat bangga dapat terlibat langsung dalam project Lestari (Life We Can’t Waste) ini dan terbuka untuk kolaborasi sejenis di masa depan.
"Keterlibatan para seniman dan kolaborator ini semakin membuat kami merasa tidak sendiri dalam mengkampanyekan isu global tersebut karena membutuhkan peran aktif semua pihak. Untuk itu, kami ingin menghimbau seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan dukungan nyata bagi kampanye atau gerakan sejenis untuk menyelamatkan bumi kita bersama," tutup Syane.
Jadi dukung terus kampanye Journey to Zero dengan mengikuti dan menyebarkan informasi mengenai pentingnya menjaga bumi melalui Instagram Journey to Zero @yourjourneytozero.
Lagu Lestari ajak generasi muda cegah pemanasan global
Minggu, 28 November 2021 8:21 WIB
Hal menarik dari lagu Lestari (Life We Can’t Waste) ini adalah penggunaan tiga bahasa, yaitu Bahasa Dayak Ngaju, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia, untuk menunjukkan bahwa kearifan lokal kita bisa menjadi solusi permasalahan global.