Jakarta (Antara News) - Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Hanibal Hamidi mengatakan, penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) di daerah tertinggal terkendala ketersediaan sumber daya pelaksana.
"SJSN akan diberlakukan 1 Januari 2014, namun masih banyak daerah tertinggal belum memenuhi kebutuhan sumber daya pelaksana (provider) yang terjangkau dan berkualitas, khususnya di bidang kesehatan," kata Hanibal di Jakarta, Selasa.
SJSN merupakan sistem jaminan sosial yang ditetapkan di Indonesia dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2004.
Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) guna menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952. Salah satunya adalah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ditujukan untuk memberikan manfaat pelayanan kesehatan.
Menurut Hanibal jika diasumsikan ada sekitar 86 juta penduduk yang tercatat sebagai penerima layanan SJSN bidang kesehatan, maka diperkirakan sekitar 10 juta merupakan penduduk yang ada di daerah tertinggal.
Namun, dia mengaku tidak mengetahui secara persis berapa banyak dari jumlah tersebut yang sudah meng-cover kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal.
Di lapangan, untuk memenuhi syarat SJSN, harus tersedia layanan seperti ketersediaan dokter puskesmas yang berkualitas bagi seluruh puskesma dan bidan desa yang bekualitas bagi setiap desa.
Faktanya, sekitar 50 persen daerah tidak memiliki dokter puskesmas. Bahkan, hanya 30 persen desa yang memiliki bidan desa. Walaupun secara proporsional jumlah bidan dibandingkan jumlah desa dan jumlah dokter dibandingkan jumlah puskesmas secara umum di kabupaten daerah tertinggal sudah cukup.
"Padahal, kalau ini diterapkan, setiap warga negara yang tidak mampu diwajibkan untuk mendapatkan jaminan layanan kesehatan secara gratis karena iurannya menjadi tanggung jawab negara, sesuai amanah undang-undang SJSN tersbut dan apabila tidak dapat terlayani maka BPJS akan bertanggung jawab tehadap komplain dari peserta yang tidak telayani tersebut dan hal ini beresiko terhadap keberlanjutan manajemen pembiayaan JKN," katanya.
Menurut dia, problem utama di daerah tertinggal adalah jumlah cakupan pelayanan kesehatan berkualitas yang rendah, sebagai akibat dari ketersediaan pelayanan kesehatan yang tidak proporsional dengan beban kerja bagi daerah tertinghal shungga tingkat keterjangkauan masyarakat menjadi rendah.
Hal ini mengingat luas wilayah 183 daerah tertinggal adalah lebih dari setengah luas wilayah NKRI yang disertai dengan kondisi geografis relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terluar.
Selain hal itu juga secara umum daerah tertinggal memiliki keterbatasan prasarana dan sarana, tingkat ekonomi dan sumber daya manusia yang rendah disertai banyaknya daerah terisolasi, rawan konflik, juga rawan bencana.
Kawasan Timur
Kementerian PDT mencatat dari 183 Kabupaten Daerah Tertinggal tersebut, dua pertiga berada di kawasan Indonesia Timur.
Sebanyak 27 Kabupaten daerah perbatasan juga masuk kategori tertinggal dan sebanyak 67 dari 92 pulau terluar juga merupakan daerah tertinggal.
Hanibal mengatakan, untuk mempercepat terwujudnya pelayanan kesehatan yang memadai di daerah tertinggal, KPDT sesuai dengan kewenangan dan mandatnya telah menetapkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal no 1 tahun 2013 Tentang Pembangunan Perdesaan Sehat yang pencanangannya telah dilaksanakan pada tanggal 20 Desember Tahun 2012 Di Desa Enikong Kabupaten Perbatasan Sanggau, Kalimantan Barat.
Program Perdesaan Sehat fokus memenuhi lima faktor dasar dan faktor penentu dasar bagi peningkatan kualitas kesehatan yang diukur dengan Angka Harapan Hidup, yakni keberadaan dokter di tiap puskesmas, keberadaan bidan di setiap desa, ketersediaan air bersih, ketersediaan sanitasi, dan ketercukupan gizi terutama bagi bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui.
Adapun sasaran prioritas program ini adalah 158 kabupaten daerah tertinggal yang memiliki nilai Indeks Pembangunan Manusia kurang dari 72,2 sekaligus nilai indeks komposit kesehatan, Angka Harapan Hidup kurang dari 68,8 berdasarkan data BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional 2010 sebagai base line.