Tangerang, (ANTARABanten) - Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta mengatakan, Jakarta dan beberapa daerah lainnya terancam krisis air bawah tanah akibat minimnya pengawasan terhadap penyedotan air oleh pihak industri atau pabrik.
"Akibat tidak adanya pengawasan terhadap penggunaan air bawah tanah oleh pemerintah terhadap pelaku industri, menyebabkan daerah seperti Jakarta rawan mengalami krisis air bawah tanah," kata Gusti Muhammad Hatta dalam acara "Open Science Meeting" ke-6 di Puspiptek, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Senin.
Menteri mengingatkan, khususnya wilayah Jakarta, untuk mewaspadai ancaman krisis air bawah tanah. Sebab, bila terjadi kekeringan dan kemudian air laut masuk ke dalam tanah, maka kondisi air sudah tidak baik bagi kesehatan.
Apalagi, keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta masih di bawah standar yakni hanya mencapai 10 persen.
Sementara dalam UU tentang RTRW nasional, disebutkan bahwa setiap wilayah minimal mempunyai RTH 30 Persen. RTH tersebut dibagi dua, yakni RTH "private" 10 persen dan RTH publik sebesar 20 persen. RTH tersebut diantaranya, lapangan golf, taman kota, median jalan, pedestrian, lapangan bola dan kebun.
"Dengan kondisi RTH di Jakarta yang belum mencapai angka minimal dari yang ditetapkan, maka perlu dilakukan penanganan seperti penghijauan," katanya.
Karena itu, pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap penyedotan air bawah tanah oleh pihak industri.
Kemenristek juga nantinya akan melakukan pengawasan agar kebaradaan air besih tidak mengalami kelangkaan.
"Kami targetkan bila 2014, sebanyak 50 persen pihak industri di Jakarta sudah tidak membuang limbah dan telah diatur pengambilan air bawah tanah," katanya.
Langkah lain yang akan dilakukan adalah dengan gerakan penanaman pohon. "Dengan begitu, akan terjaga juga polusi udara," katanya.
Sementara itu, dalam acara OSM ke 6, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Kementerian Riset dan Teknologi dan bekerjasama antara Royal Netherlands Academy Of Arts and Science (KNAW) Belanda membahas permasalahan
OSM ke-6
"Open Science Meeting" (OSM) ke-6 diselenggarakan selama dua hari pada 28-29 November di Puspiptek, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Kegiatan yang sudah dilaksanakan sejak 2002 itu dihadiri pula oleh para peneliti dan ilmuwan dari Belanda, Indonesia dan beberapa negara Eropa dan Asia lainnya.
Beberapa permasalahan air yang dibahas antara lain seperti aspek kimia, tingkat polusi, ketersediaan dan dampak sosial bagi masyarakat yang meliputi multidisiplin ilmu semua bidang.
Pembahasan OSM ke-6 juga memusatkan pada berbagai permasalahn air dan memahami perubahan sistem air serta menghubungkannya dengan tema sentral seperti biomassa, ekosistem, kesehatan masyarakat dan
pembangunan sosial ekonomi.
Menristek: Jakarta Terancam Krisis Air Bawah Tanah
Senin, 28 November 2011 15:44 WIB