Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengingatkan bahwa jangan mudah menyimpulkan, apalagi menyalahkan, pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin telah gagal hanya dalam kurun waktu penilaian kinerja satu tahun saja.
"Karena, saya yakin siapapun yang menjadi presiden di negeri ini, sekarang ini, pasti juga tidak akan mampu menghindarinya karena masalah ini tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan COVID-19," ujar Abbas di Jakarta, Senin.
Baca juga: Moeldoko jelaskan UU Cipta Kerja sesuai janji Presiden Jokowi
Ia menilai COVID-19 tidak hanya melanda dan merontokkan perekonomian negeri ini, tapi juga telah melanda dan merontokkan perekonomian negara-negara lain di dunia, termasuk perekonomian negara-negara adidaya, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat, serta juga China.
"Dengan rontok dan bermasalahnya ekonomi mereka oleh COVID-19, maka ekonomi kita tentu dengan sendirinya juga akan bermasalah. Karena ekonomi kita dan ekonomi negara-negara lain tersebut juga sudah terlalu jauh dan dalam berintegrasi dengan ekonomi dunia," ujar Abbas.
Selasa esok, tanggal 20 oktober 2020, genaplah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin selama 1 tahun. Abbas menilai ada satu pelajaran berharga yang dapat dipetik dari peristiwa yang menyertai perjalanan pemimpin kita itu, yaitu pemimpin kita harus selalu siap untuk menghadapi krisis.
"Agar setiap terjadi krisis, kita tidak terlalu kaget dan terpukul. Meminjam istilah Bung Hatta (Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia Mohammad Hatta), kita harus benar-benar bisa membuat dan membenahi ekonomi nasional kita dengan memperbesar tenaga beli rakyat. Produksi yang kita lakukan harus ditujukan pertama-tama dan utama adalah untuk kepentingan ke dalam yaitu untuk memenuhi kebutuhan rakyat," kata Abbas.
Namun, bukan berarti ekspor tidak penting. Ekspor penting asal sifat dari ekspor itu yang diubah agar tidak hanya sebagai tujuan yang pertama dan utama, melainkan menjadi memenuhi keperluan untuk pembangunan.
"Karena dalam konsep ini yang menjadi tekanan adalah bagaimana kita bisa menghasilkan barang-barang keperluan hidup bangsa kita yang bahannya terdapat di tanah air kita sendiri. Dan apa yang tidak dapat kita hasilkan sendiri, itulah yang kita datangkan dari luar negeri untuk menggenapkan keperluan rakyat dan negara yang itu kita bayar dengan ekspor," kata Abbas.
Bung Hatta, menurut Abbas, juga mengatakan bahwa Indonesia harus bisa memperkecil impor barang-barang konsumsi berangsur-angsur dan memperbesar impor barang-barang produksi seperti mesin dan alat untuk bekerja lainnya yang dibayar dengan barang-barang yang kita ekspor.
Agar keadaan ekonomi negeri ini benar-benar menjadi kuat dan tangguh, di tengah-tengah kehidupan ekonomi global, dan agar negeri ini tidak terlalu terpukul bila terjadi krisis ekonomi dunia.
"Maka kita harus bisa mengusahakan agar barang-barang yang kita ekspor itu adalah barang-barang yang sudah jadi atau barang-barang industri. Sehingga kita dapat menciptakan nilai tambah yang besar dan itu tentu saja akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat secara keseluruhan," ujar Abbas.
Ia berharap peranan pemerintah dalam hal ini dapat diperkuat, karena lewat kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah lah, Indonesia mampu menciptakan kemaslahatan yang sebesar-besarnya bagi rakyat banyak.
Kedaulatan ekonomi dan kedaulatan bangsa serta negara ini di masa depan akan semakin dapat tegak dengan baik dan dengan sekokoh-kokohnya, katanya.
Sekjen MUI ingatkan jangan mudah menyimpulkan Jokowi-Ma'ruf gagal
Senin, 19 Oktober 2020 15:38 WIB
Karena, saya yakin siapapun yang menjadi presiden di negeri ini, sekarang ini, pasti juga tidak akan mampu menghindarinya karena masalah ini tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan COVID-19