Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menyebutkan terjadinya demonstrasi massa yang menolak Undang-Undang Cipta Kerja karena dilatarbelakangi disinformasi, dan juga kabar bohong atau hoaks.
"Saya melihat unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi UU ini, dan hoaks di media sosial," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers secara daring dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat.
Baca juga: Presiden: UU Cipta Kerja tidak resentralisasikan kewenangan
Presiden mencontohkan beberapa kabar keliru, di antaranya yang menyebutkan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten, dan Upah Minimum Sektoral Provinsi dihapus dalam UU tersebut. Padahal, ujar Presiden ketentuan upah tetap diatur dalam UU Cipta Kerja.
"Hal ini tidak benar, karena pada faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada," ujarnya.
Di UU yang disusun melalui metode Omnibus Law itu, ketentuan upah juga diatur berdasarkan waktu dan hasil yang diperoleh pekerja. Presiden dengan tegas membantah jika ada yang menyebut upah minimun akan dihitung per jam.
Kemudian, Presiden juga menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja juga mengatur mengenai hak untuk semua cuti, seperti cuti sakit, cuti menikah, cuti khitanan, cuti babtis, cuti kematian, dan cuti melahirkan.
"Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ucap dia menegaskan.
Selain itu, Presiden juga menjelaskan perusahaan tidak bisa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak karena harus mengikuti ketentuan di UU Cipta Kerja. Begitu juga dengan jaminan sosial terhadap pekerja yang diakomodasi dalam UU tersebut.
"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapus-nya AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan), itu juga tidak benar, AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat, tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," tutur Presiden.
Kepala Negara menganjurkan jika masih ada pihak yang merasa tidak puas, dapat mengajukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.
"Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu, jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," ucap Kepala Negara.