Sebanyak lebih dari 200 mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) bertahan dengan menduduki Auditorium Bina Praja Kantor Gubernur Sumatera Selatan selama 11 jam hingga malam hari untuk menuntut penyelesaian sengketa lahan PTPN VII.
Pantauan Antara, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Unsri menduduki ruang tersebut sejak Rabu pukul 09.00 WIB, mereka menggelar diskusi dengan PTPN VII dan Pemprov Sumsel, namun diskusi berjalan alot sehingga baru dapat dicarikan jalan keluar pada pukul 22.00 WIB.
"Hari ini sebetulnya kami berharap persoalan sengketa lahan antara masyarakat dan PTPN VII Cinta Manis bisa ketok palu, tapi nampaknya diskusi baru bsia menghasilkan rekomendasi penghentian operasional," kata Presiden Mahasiswa Unsri, Dimatul Haqiqi usai mufakat sementara di Kantor Gubernur Sumsel.
Menurut dia, BEM Unsri dan tim gugus tugas Penyelesaian Konflik Cinta Manis menuntut PTPN VII bersikap terbuka mengenai luasan lahan perkebunan tebu yang sebenarnya, sebab pihaknya menduga perusahaan tebu tersebut menyerobot lahan milik masyarakat.
Ada dua desa yang bersengketa dengan PTPN VII, kata dia, yakni Desa Betung dan Desa Sri Bandung di Kabupaten Ogan ilir, dari dua desa itu pihaknya memilih penyelesaian di Desa Betung terlebih dahulu.
Selama proses diskusi, mahasiswa meminta PTPN VII membuktikan dokumen legal mengenai pengelolaan lahan, PTPN VII pun menunjukan dokumen ganti rugi lahan yang kemudian dibenarkan perwakilan warga Desa Betung, namun dokumen itu berisi ganti rugi tanah marga.
"PTPN VII tidak bisa membuktikan tanah marga itu ada di Desa Betung, selain itu ada bukti jika HGU mereka ditolak, artinya lahan tersebut tidak boleh dikelola," tegas Dimatul.
BEM Unsri dan tim gugus tugas Penyelesaian Konflik memberikan waktu hingga 25 September 2019 sebagai batas akhir penentuan kepemilikan lahan dan meminta aktivitas di PTPN VII Cinta Manis dihentikan sementara waktu.
Terhadap permintaan pemberhentian operasional, Pemprov Sumsel akan mengirimkan rekomendasi kepada Gubernur Sumsel Herman Deru.
"Hasil rekomendasi akan kami serahkan ke gubernur pada Kamis, (12/9), sebab memang gubernur sudah meminta rekomendasi yang akan diteliti lagi, mengingat juga PTPN VII ini BUMN," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumsel, Edward Chandra usai menutup diskusi dengan mahasiswa.
Mengenai dokumen tanah marga yang ditunjukan PTPN VII tersebut, pihaknya akan meminta klarifikasi terlebih dahulu terkait masuknya Desa Betung ke dalam Marga Tanjung Batu sebagaimana tertera dalam dokumen.
Pihaknya sendiri memenuhi aspirasi masyarakat terkait tenggat batas waktu untuk menyelesaikan sengketa lahan dengan kisaran luas 600 hektare tersebut.
"Pemkab Ogan Ilir sudah diminta mengesahkan peta batas-batas lahan yang dipermasalahkan sampai 25 September 2019," tambah Edward.
Sementara perwakilan PTPN VII yang hadir dalam diskusi tersebut enggan memberikan pernyataan kepada awak media dan langsung meninggalkan ruangan, namun dalam diskusi PTPN VII menolak pemberhentian operasional sampai tenggat 25 September 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
Pantauan Antara, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Unsri menduduki ruang tersebut sejak Rabu pukul 09.00 WIB, mereka menggelar diskusi dengan PTPN VII dan Pemprov Sumsel, namun diskusi berjalan alot sehingga baru dapat dicarikan jalan keluar pada pukul 22.00 WIB.
"Hari ini sebetulnya kami berharap persoalan sengketa lahan antara masyarakat dan PTPN VII Cinta Manis bisa ketok palu, tapi nampaknya diskusi baru bsia menghasilkan rekomendasi penghentian operasional," kata Presiden Mahasiswa Unsri, Dimatul Haqiqi usai mufakat sementara di Kantor Gubernur Sumsel.
Menurut dia, BEM Unsri dan tim gugus tugas Penyelesaian Konflik Cinta Manis menuntut PTPN VII bersikap terbuka mengenai luasan lahan perkebunan tebu yang sebenarnya, sebab pihaknya menduga perusahaan tebu tersebut menyerobot lahan milik masyarakat.
Ada dua desa yang bersengketa dengan PTPN VII, kata dia, yakni Desa Betung dan Desa Sri Bandung di Kabupaten Ogan ilir, dari dua desa itu pihaknya memilih penyelesaian di Desa Betung terlebih dahulu.
Selama proses diskusi, mahasiswa meminta PTPN VII membuktikan dokumen legal mengenai pengelolaan lahan, PTPN VII pun menunjukan dokumen ganti rugi lahan yang kemudian dibenarkan perwakilan warga Desa Betung, namun dokumen itu berisi ganti rugi tanah marga.
"PTPN VII tidak bisa membuktikan tanah marga itu ada di Desa Betung, selain itu ada bukti jika HGU mereka ditolak, artinya lahan tersebut tidak boleh dikelola," tegas Dimatul.
BEM Unsri dan tim gugus tugas Penyelesaian Konflik memberikan waktu hingga 25 September 2019 sebagai batas akhir penentuan kepemilikan lahan dan meminta aktivitas di PTPN VII Cinta Manis dihentikan sementara waktu.
Terhadap permintaan pemberhentian operasional, Pemprov Sumsel akan mengirimkan rekomendasi kepada Gubernur Sumsel Herman Deru.
"Hasil rekomendasi akan kami serahkan ke gubernur pada Kamis, (12/9), sebab memang gubernur sudah meminta rekomendasi yang akan diteliti lagi, mengingat juga PTPN VII ini BUMN," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumsel, Edward Chandra usai menutup diskusi dengan mahasiswa.
Mengenai dokumen tanah marga yang ditunjukan PTPN VII tersebut, pihaknya akan meminta klarifikasi terlebih dahulu terkait masuknya Desa Betung ke dalam Marga Tanjung Batu sebagaimana tertera dalam dokumen.
Pihaknya sendiri memenuhi aspirasi masyarakat terkait tenggat batas waktu untuk menyelesaikan sengketa lahan dengan kisaran luas 600 hektare tersebut.
"Pemkab Ogan Ilir sudah diminta mengesahkan peta batas-batas lahan yang dipermasalahkan sampai 25 September 2019," tambah Edward.
Sementara perwakilan PTPN VII yang hadir dalam diskusi tersebut enggan memberikan pernyataan kepada awak media dan langsung meninggalkan ruangan, namun dalam diskusi PTPN VII menolak pemberhentian operasional sampai tenggat 25 September 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019