Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Provinsi Banten menyatakan, selama kurun waktu Januari sampai Mei 2019 telah menerima laporan sebanyak 154 kasus penganiayaan terhadap buruh migran. Kasus tersebut didominasi buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Serang. 

Ketua SBMI Banten Maftuh Hafi Salim di Serang, Rabu, mengatakan, selama tahun 2016 terjadi 19 kasus, dan pada 2017 sebanyak 91 kasus, sedangkan  2018 ada 117 kasus, dan 2019 mencapai 154 kasus.                                              

"Kasus tersebut meningkat drastis pada tahun 2019 ini, mengingat data 154 itu baru hitungan dari Januari-Mei, ini malah meningkat sekali permasalahan itu," katanya.            

 Oleh karena itu kata dia, pihaknya  mengusulkan agar segera dibuat perda (peraturan daerah) terkait perlindungan buruh migran. Di harapkan dengan adanya perda ini di yakini akan dapat mengurangi keberadaan TKI non prosedural.                                              

Sekretaris Daerah Kabupaten Serang Tubagus Entus Mahmud Sahiri saat Rapat Koordinasi Tekhnis Pencegahan Terhadap Penempatan Pekerja Migran Indonesia Ilegal di Kabupaten Serang bersama Badan Pelayanan Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kabupaten Serang, dan  Sekretaris Utama BNP2TKI Tatang Budie Utama Razak, juga Kepala Disnakertrans, R Irawan, perwakilan Dinas Sosial, serat Camat dan Kepala Desa beberapa waktu lalu mengatakan, Pemkab Serang selama ini belum mendapat laporan terkait adanya kasus penganiayaan terhadap TKI asal Kabupaten Serang tersebut.      

Baca juga: Bupati Serang ajak masyarakat kembangkan potensi desa dan kampung                                    
"Selama ini pemkab tidak tahu dengan masalah yang ada menyangkut TKI. Dengan pertemuan ini tadi pemkab sedikit tahu tentang TKI dan peraturan yang akan dibuat," ujarnya.                                              

Menanggapi hal itu Entus mengatakan, dari rapat tersebut, pemkab memiliki beberapa agenda yang harus ditingkatkan. Pertama untuk jangka pendek dalam rangka memberikan perlindungan kepada warga yang bekerja di luar negeri harus dicegah sedapat mungkin. "Agar tidak ada yang ilegal, jadi harus yang legal," ujarnya.

Selain itu ia menjelaskan,  jika ada kegiatan atau pengiriman pekerja migran yang ilegal, Pemkab akan menindak tegas dan memberikan sanksi kepada calo yang memberangkatkan tersebut.    

"Karena itu sesungguhnya sangat tidak manusiawi, berpikir hanya untuk kepentingan mereka sendiri, tanpa memperhitungkan nasib warga yang diberangkatkan," katanya.

Entus menambahkan, selain berangkat melalui jalur legal, dirinya juga ingin lapangan kerja yang diberikan jelas.                          

"Ke depan justru kita ingin sektor yang midle sama barangkali profesional tidak hanya pada tataran yang rendah sebagai pembantu rumah tangga, yang sesungguhnya peluang untuk sektor lain itu sangat terbuka, tinggal pemda ke depan dengan instansi terkait harus mempersiapkan sumber daya manusia secara baik sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di luar negeri seperti perawat, engineer, manufactur, kemudian juga paling tidak cleaning servis. Sedangkan untuk pembantu rumah tangga kalau bisa tidak mengirim lagi, karena banyak mudharat yang terjadi di tataran keluarga," katanya.

Langkah selanjutnya kata dia, pemkab harus memikirkan jangka panjang penanganan, yakni dengan membuat perda perlindungan bagi pekerja migran Indonesia khususnya di Kabupaten Serang. Pemkab juga sudah menyampaikan kepada Kadisnaker agar segera menyusun naskah akademiknya.

“Mudah-mudahan peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut dari UU 18 Tahun 2017 ini bisa terbit tahun ini, dan 2020 kita sudah punya perda. Jadi kita agendakan di 2020 membuat perda perlindungan pekerja migran. Selama ini belum ada karena memang untuk perda harus ada PP nya, dan tadi diinformasikan Oktober maksimal PP sudah terbit," katanya.

Baca juga: Ribuan warga Kabupaten Serang ikuti tradisi "Ngagurah Dano"

Pewarta: Lukman Hakim

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019