Petani di Kabupaten Lebak diminta menggunakan pupuk organik untuk usaha pertanian pangan, palawija, dan hortikultura guna mencegah kerusakan tanah.
"Kita minta petani dapat menggunakan pupuk organik untuk kesuburan lahan pertanian," kata Kepala Bidang Sarana Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak Nana Mulyana di Lebak, Rabu.
Menurut dia, penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan produksi dan produktivitas.
Sebab, lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) tidak mengalami kerusakan juga produk pertanian menyehatkan dengan tidak terkontaminasi zat kimia.
Petani juga diuntungkan, karena bisa menekan biaya produksi dibandingkan pupuk kimia.
Biaya pupuk kimia sebesar Rp8 juta, sementara organik hanya Rp5 juta/hektare.
"Kami tidak henti-hentinya mengajak petani agar menggunakan pupuk organik dibandingkan kimia," katanya menjelaskan.
Menurut dia, penggunaan pupuk kimia secara berkelanjutan tentu akan menimbulkan kerugian bagi petani, karena akan menyebabkan terjadi kerusakan kontur tanah.
Apabila, kontur tanah tersebut mengalami kerusakan dipastikan produksi dan produktivitas pangan berkurang.
Disamping itu, juga rawan terhadap serangan hama penyakit tanaman.
Karena itu, pihaknya meminta petani agar menggunakan pupuk organik dengan memanfaatkan kotoran hewan ternak itu.
Pemerintah daerah menyalurkan bantuan kepada kelompok tani agar mengembangkan pupuk organik melalui program unit pengolah pupuk organik (UPPO).
Bantuan tersebut, seperti pembuatan rumah kompos, kandang ternak, mesin pengelolaan pupuk organik, dan ternak kerbau.
Namun, pihaknya juga mengapresiasi dari 12 kelompok tani yang mendapatkan program UPPO di antaranya dua kelompok sudah mandiri dan mampu memproduksi pupuk organik.
"Kami berharap semua kelompok tani yang mendapat program UPPO mampu memproduksi pupuk organik secara mandiri, sehingga memenuhi kebutuhan pupuk," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya telah melaksanakan pelatihan bagaimana kelompok tani agar mampu memproduksi pupuk organik.
Pelatihan memproduksi pupuk organik itu guna memenuhi ketersediaan pupuk organik dan tidak tergantung kepada pupuk kimia.
Produksi pupuk organik hanya memanfaatkan sampah-sampah untuk dibuat kompos maupun kotoran ternak hewan, seperti sapi, kerbau, kambing, dan unggas.
"Kami mendorong semua petani di 28 kecamatan agar menggunakan pupuk organik," katanya menjelaskan.
Ketua Kelompok Tani Suka Bungah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak Ruhyana mengatakan, pihaknya sudah beberapa tahun terakhir ini mengembangkan pupuk organik.
Sebelumnya, kata dia, petani menggunakan pupuk kimia, seperti urea, ZA, dan SP-36, padahal pupuk kimia tidak ramah lingkungan dan merusak kontur tanah.
"Kami di sini setiap musim tanam padi menggunakan pupuk organik, karena sangat menguntungkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"Kita minta petani dapat menggunakan pupuk organik untuk kesuburan lahan pertanian," kata Kepala Bidang Sarana Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak Nana Mulyana di Lebak, Rabu.
Menurut dia, penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan produksi dan produktivitas.
Sebab, lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) tidak mengalami kerusakan juga produk pertanian menyehatkan dengan tidak terkontaminasi zat kimia.
Petani juga diuntungkan, karena bisa menekan biaya produksi dibandingkan pupuk kimia.
Biaya pupuk kimia sebesar Rp8 juta, sementara organik hanya Rp5 juta/hektare.
"Kami tidak henti-hentinya mengajak petani agar menggunakan pupuk organik dibandingkan kimia," katanya menjelaskan.
Menurut dia, penggunaan pupuk kimia secara berkelanjutan tentu akan menimbulkan kerugian bagi petani, karena akan menyebabkan terjadi kerusakan kontur tanah.
Apabila, kontur tanah tersebut mengalami kerusakan dipastikan produksi dan produktivitas pangan berkurang.
Disamping itu, juga rawan terhadap serangan hama penyakit tanaman.
Karena itu, pihaknya meminta petani agar menggunakan pupuk organik dengan memanfaatkan kotoran hewan ternak itu.
Pemerintah daerah menyalurkan bantuan kepada kelompok tani agar mengembangkan pupuk organik melalui program unit pengolah pupuk organik (UPPO).
Bantuan tersebut, seperti pembuatan rumah kompos, kandang ternak, mesin pengelolaan pupuk organik, dan ternak kerbau.
Namun, pihaknya juga mengapresiasi dari 12 kelompok tani yang mendapatkan program UPPO di antaranya dua kelompok sudah mandiri dan mampu memproduksi pupuk organik.
"Kami berharap semua kelompok tani yang mendapat program UPPO mampu memproduksi pupuk organik secara mandiri, sehingga memenuhi kebutuhan pupuk," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya telah melaksanakan pelatihan bagaimana kelompok tani agar mampu memproduksi pupuk organik.
Pelatihan memproduksi pupuk organik itu guna memenuhi ketersediaan pupuk organik dan tidak tergantung kepada pupuk kimia.
Produksi pupuk organik hanya memanfaatkan sampah-sampah untuk dibuat kompos maupun kotoran ternak hewan, seperti sapi, kerbau, kambing, dan unggas.
"Kami mendorong semua petani di 28 kecamatan agar menggunakan pupuk organik," katanya menjelaskan.
Ketua Kelompok Tani Suka Bungah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak Ruhyana mengatakan, pihaknya sudah beberapa tahun terakhir ini mengembangkan pupuk organik.
Sebelumnya, kata dia, petani menggunakan pupuk kimia, seperti urea, ZA, dan SP-36, padahal pupuk kimia tidak ramah lingkungan dan merusak kontur tanah.
"Kami di sini setiap musim tanam padi menggunakan pupuk organik, karena sangat menguntungkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019