Kendati melakoni profesi pemecah batu yang terbilang menguras tenaga, Rita (39) janda tiga anak di Gadut, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat tetap menjalankan ibadah puasa selama Ramadhan 1440 Hijriah.
"Walaupun berat selagi masih sanggup saya akan terus berpuasa," ujar dia di Padang, Minggu.
Salah satu upaya Rita menyiasati agar tetap bisa berpuasa ia mengubah jam kerjanya selama Ramadhan.
Saat puasa Rita memilih bekerja di Sungai Gadut selepas subuh sehingga ketika bekerja cuaca tidak terlalu panas.
Berbekal martil seberat 10 kilogram untuk bekerja, setelah batu yang dipecahkan terkumpul cukup banyak, sekitar pukul 11.00 WIB ia kembali ke rumah.
Di rumah sederhananya Rita tinggal bersama ibu yang saat ini menderita stroke dan tiga buah hatinya.
Tiba di rumah Rita langsung membersihkan rumah, hingga memasak untuk makanan berbuka keluarganya.
Sekitar pukul 16.00 WIB Rita kembali menuju sungai untuk memecah batu hingga menjelang berbuka puasa.
Ia mengaku akan tetap berpuasa karena merupakan kewajiban seorang muslim.
"Paling kalau saya pusing dan rasanya tidak sanggup lagi yang dikhawatirkan akan membahayakan tubuh baru terpaksa membatalkan puasa," kata dia.
Kendati memecah batu merupakan pekerjaan berat ia telah melakoni profesi ini selama lima tahun untuk menafkahi ibu dan tiga anaknya.
Sempat sebelumnya menjalani pekerjaan lain seperti menjadi pelayan di kantin ia terkendala mengatur waktu untuk mengurus orang tua dan anak sehingga sering terlambat.
"Karena tidak enak sering terlambat saya mengundurkan diri, kalau memecah batu saya bisa mengatur jadwal sendiri sehingga tidak ada yang marah," katanya.
Batu yang telah dipecah kemudian dikumpulkan dan dijual seharga Rp85 ribu satu mobil pikap.
"Biasanya sudah ada pembeli tetap yang datang ke sini," katanya.
Untuk bisa mengumpulkan batu satu mobil Rita butuh waktu dua hari, sehingga rata-rata penghasilan per hari Rp40 ribu.
Uang Rp40 ribu itu ia gunakan untuk biaya sekolah anaknya serta membeli makanan sehari-hari.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"Walaupun berat selagi masih sanggup saya akan terus berpuasa," ujar dia di Padang, Minggu.
Salah satu upaya Rita menyiasati agar tetap bisa berpuasa ia mengubah jam kerjanya selama Ramadhan.
Saat puasa Rita memilih bekerja di Sungai Gadut selepas subuh sehingga ketika bekerja cuaca tidak terlalu panas.
Berbekal martil seberat 10 kilogram untuk bekerja, setelah batu yang dipecahkan terkumpul cukup banyak, sekitar pukul 11.00 WIB ia kembali ke rumah.
Di rumah sederhananya Rita tinggal bersama ibu yang saat ini menderita stroke dan tiga buah hatinya.
Tiba di rumah Rita langsung membersihkan rumah, hingga memasak untuk makanan berbuka keluarganya.
Sekitar pukul 16.00 WIB Rita kembali menuju sungai untuk memecah batu hingga menjelang berbuka puasa.
Ia mengaku akan tetap berpuasa karena merupakan kewajiban seorang muslim.
"Paling kalau saya pusing dan rasanya tidak sanggup lagi yang dikhawatirkan akan membahayakan tubuh baru terpaksa membatalkan puasa," kata dia.
Kendati memecah batu merupakan pekerjaan berat ia telah melakoni profesi ini selama lima tahun untuk menafkahi ibu dan tiga anaknya.
Sempat sebelumnya menjalani pekerjaan lain seperti menjadi pelayan di kantin ia terkendala mengatur waktu untuk mengurus orang tua dan anak sehingga sering terlambat.
"Karena tidak enak sering terlambat saya mengundurkan diri, kalau memecah batu saya bisa mengatur jadwal sendiri sehingga tidak ada yang marah," katanya.
Batu yang telah dipecah kemudian dikumpulkan dan dijual seharga Rp85 ribu satu mobil pikap.
"Biasanya sudah ada pembeli tetap yang datang ke sini," katanya.
Untuk bisa mengumpulkan batu satu mobil Rita butuh waktu dua hari, sehingga rata-rata penghasilan per hari Rp40 ribu.
Uang Rp40 ribu itu ia gunakan untuk biaya sekolah anaknya serta membeli makanan sehari-hari.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019