Lebak (Antara News Banten) - Produksi kain tenun kerajinan masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak sejak dua bulan terakhir diminati pasar akibat dampak promosi yang dilakukan pemerintah daerah juga  Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas).

"Kami merasa kewalahan melayani permintaan pasar dari berbagai daerah," kata Neng (45) seorang perajin kain tenun di permukiman Badui Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Kamis.

Selama ini, permintaan kain tenun di pasaran cukup tinggi sehingga sangat membantu perekonomian masyarakat Badui.

Keberhasilan produk kerajinan masyarakat Badui itu tidak lepas peran pemerintah daerah juga Dekranas Pusat.

Bahkan, belum lama ini Ketua Dekranas Pusat Mufida Kalla mengunjungi perajin tenun di kawasan permukiman masyarakat Badui.

Produksi kain tenun tradisional itu berbagai motif dan jenis mulai dari jenis suwatsongket, suwatsamata, adumancung, poleng kacang, poleng hidup dan aros.

Keunggulan  jenis tenun Badui itu memiliki khas tersendiri dan berbeda dengan daerah lain di Tanah Air baik motif maupun warna dan terlihat peminim.

Selain itu juga tenun Badui memiliki makna terhadap kecintaan alam karena warnanya didominasi biru, putih dan hitam.

Karena itu, para pecinta tenun Badui juga banyak dari kalangan selebritis juga remaja.

"Kami sejak sepekan ini melayani pesanan dari Jakarta dan Bandung sebanyak 14  kain dengan harga Rp400.000/per kain," katanya.

Ia mengatakan, dirinya kini terus memproduksi tenun jenis aros karena banyak permintaan pasar.

Kelebihan tenun jenis aros terdapat garis-garis kecil berwarna putih dan hitam.

Mereka para pembeli tenun aros itu untuk dijadikan kenang-kenangan dengan alasan tradisional juga memiliki nilai seni.

Benang bahan baku kain tenunan didatangkan dari Majalaya Bandung, Jawa Barat.

Kerajinan kain tenunan dikerjakan kaum perempuan dengan peralatan secara manual.

Biasanya, kata dia, untuk mengerjakan kain dengan ukuran 3x2 meter persegi bisa dikerjakan selama sepekan.

Mereka para perajin merajut kain tenun sambil duduk di balai-balai rumah yang terbuat dari dinding bambu dan atap rumbia.

"Kami memproduksi tenun itu dari usia remaja hingga memiliki dua cucu," katanya.

Amir (40), seorang pelaku UMKM warga Badui mengaku selama ini permintaan tenun Badui meningkat melalui medsos juga kunjungan wisatawan yang mengunjungi permukiman Badui.

Adapun harga kain tenun dan pakaian batik Baduy itu tergantung kualitas mulai Rp200.000 sampai Rp1,5 juta per kain.

Pihaknya kini melayani penjualan melalui medsos banyak permintaan dari Bandung, Yogyakarta, Lampung hingga Batam.

Pemasaran melalui medsos, seperti facebook, WA dan instagram dan website banyak pesanan konsumen dari berbagai daerah di Tanah Air.

Bahkan, permintaan tenun Badui itu ada dari Papua dan Sulawesi Selatan.  

Saat ini, permintaan tenun Badui cukup tinggi sehingga membantu pendapatan pelaku UKM dan bisa menumbuhkan ekonomni masyarakat.

Diperkirakaan jumlah UKM di kawasan Badui sekitar 200 orang dan menyerap tenaga kerja sekitar 400 orang.

"Kami berharap produksi tenun Badui bisa menembus pasar domestik dan mancanegara," ujarnya menjelaskan.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Dedi Rahmat mengatakan pemerintah daerah terus melakukan pembinaan dan pelatihan diversifikasi produk kerajinan tenun dan batik Badui.

Saat ini, jumlah perajin tenun dan batik Badui tercatat 560 perajin.

Mereka memasarkan tenun dan batik Badui dengan membuka gerai di kawasan Badui juga mengikuti promosi melalui pameran-pameran pembangunan. 

Selain itu juga memasarkan melalui aplikasi jaringan internet secara online.

"Kami berharap kerajinan itu dapat menopang ekonomi masyarakat Badui," katanya.***3***

Baca juga: Pemuka Badui Dukung Perda Lembada Adat Desa
 

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018