Serang (AntaraBanten) - Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten mencoba mencarikan solusi untuk mengatasi keterpurukan petani cabai di wilayahnya, yang belakangan ini kurang bergairah menanam cabai karena harganya yang anjlok sejak Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah.

"Jatuhnya harga cabai dipasaran ditengarai adanya permainan sejumlah tengkulak (pengumpul), sementara kita belum memiliki sub terminal resmi agribisnis yang berperan untuk menampung hasil pertanian sesuai dengan harga yang berlaku di pasaran (harga normal)," kata Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten Asep Mulya Hidayat di Serang, Sabtu.

Sub terminal Agribisnis, menurut Asep, perlu didirikan karena pasar tersebut bermanfaat untuk menampung tidak hanya hasil pertanian berupa cabai, tetapi untuk seluruh jenis komoditas pertanian yang dihasilkan petani, sehingga petani tidak perlu repot menjual hasil pertaniannya karena sudah ada tempat yang menampung dengan harga yang wajar.

"Banten memang sudah memiliki terminal pasar induk Tanah Tinggi di Tangerang, namun untuk wilayah lain perlu juga dibentuk sub terminal khusus untuk agribisnis," kata Asep seraya menambahkan wacana itu sudah pernah dibicarakan dengan berbagai pihak terkait namun belum terwujud.

Asep mengatakan, sejak petani cabai yang pernah mengalami harga 'selangit" pada tahun-tahun sebelumnya, sampai Rp100 ribu per kg, pada beberap bulan sebelumnya harga cabai TW kriting misalnya hanya laku Rp12.000/kg, dan saat ini harganya sedikit meningkat menjadi Rp16.000/kg. Begitu juga harga cabai rawit juga sudah naik dari Rp14.000/kg menjadi Rp18.000/kg.

Menurut Asep, kepastian harga di pasar sesuai dengan harga berlaku (normal) perlu diciptakan agar petani semakin bergairah untuk menanam hasil pertanian, dan sekaligus akan mampu mengatasi permainan para tengkulak yang semaunya menetapkan harga kepada petani.

Para pengumpul hasil pertanian "nakal" itu, menurut Asep, agak sulit untuk diatasi karena mereka memiliki modal besar, sementara petani memiliki modal pas-pasan, sehingga dengan mudah ia mempermainkan petani yang memang membutuhkan hasil pertaniannya cepat terjual.

Selain itu, kata Asep, hasil pertanian dari luar Banten dengan mudah masuk dan diminati pedagang karena berani menjual dengan harga murah, seperti wortel yang masuk bertruk-truk ke Pasar Rau, padahal wortel Banten tidak kalah dibandingan dengan wortel dari Bandung.

"Petani Banten tidak bisa menjual dalam jumlah besar, karena sudah diikat oleh pengumpul, dan persoalan inilah yang kita coba kaji dan kita carikan solusinya agar petani kembali bergairah untuk menanam hasil pertaniannnya, termasuk cabai," kata Asep.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2014