Koalisi Selamatkan Laut Indonesia (KSLI) menyesalkan laporan dugaan monopoli tambang pasir laut di Provinsi Sulawesi Selatan ditolak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan alasan sudah sesuai prosedur.

"Kami sangat menyesalkan respon dari KPPU menghentikan secara sepihak laporan yang dimasukkan. Adapun surat pemberitahuan yang diberikan hanya berisi penyampaian pemberhentian kasus karena tidak ada alat bukti," ujar perwakilan KPSI, Edy Kurniawan di Makassar, Sabtu.

Baca juga: Anggota Polres Solok Selatan meninggal saat tertibkan tambang emas liar

Ia mengungkapkan, sejak September 2020, tim Koalisi telah melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada proyek tambang pasir laut dengan terduga PT Banteng Laut Indonesia dan PT Anugrah Indonesia Timur.

Koalisi menemukan dugaan adanya rangkap jabatan dilakukan Abil Iksan Nurdin Abdullah dan Akbar Nugraha. Keduanya sama-sama menjabat direksi pada kedua perusahaan tersebut, sehingga dilaporkan ke KPPU, namun ditolak karena tidak ada alat bukti.

Dia mengungkapkan sejak kasus tambang pasir laut mencuat pada 2020 terkait jual beli pasir laut, dugaan perusakan lingkungan, kriminalisasi nelayan hingga monopoli usaha tidak sehat yang diatur dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Kami menduga pihak KPPU melanggar peraturan komisi pasal 7 Perkom nomor 1 tahun 2019 dimana komisi diperintahkan untuk memberitahukan melapor tentang kecurangan atas laporan selambat-lambatnya 14 hari setelah laporan dimasukkan," kata Wakil Direktur LBH Makassar ini.

Rencananya, koalisi akan melaporkan penolakan laporan tersebut kepada Ombudsman tentang dugaan maladministrasi dilakukan KPPU serta pelaporan ke pihak KPK. Dimana, kasus yang bernuansa maladmintrasi, pelanggaran kode etik dan punya potensi dugaan adanya tindak pidana korupsi di dalamnya.

 
Arsip - Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin (kiri)bersama stafnya mengangkat kartu kuning terkait belum tuntasnya persoalan lingkungan di sekertariatnya, Makassar, Sulawesi Selatan. ANTARA/Darwin Fatir.



Sementara itu, Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin bagian dari koalisi menilai, KPPU tidak transparan menangani perkara dugaan pelanggaran itu. Kedua, diduga tidak menjalankan pedoman dalam aturannya sendiri dalam menangani laporan KSLI. Hal ini berkaitan tambang pasir laut di Pulau Kodingareng Makassar untuk kepentingan reklamasi Makassar New Port.

"Penolakan laporan ini telah mencederai keadilan bagi nelayan dan perempuan serta anak-anak di pulau Kodingareng yang menjadi korban dari praktek usaha tambang pasir laut itu. Kami menduga ada intervensi di dalamnya. Koalisi pun tetap berjuang untuk mendapatkan rasa keadilan bagi mereka" beber Amin.

Koordinator JATAM Sulsel, Merah Johansyah menambahkan, ada dugaan pelanggaran komisioner pada Keputusan KPPU nomor 22 tahun 2009, Pedoman KPPU nomor 7 tahun 2009, serta Peraturan KPPU nomor 1 tahun 2019 tentang Tatalaksana Penanganan Perkara Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala KPPU Kanwil VI Makassar Hilman Pujana menuturkan, pihaknya tidak pernah menolak laporan, hanya saja dihentikan perkaranya terkait laporan KSLI atas dugaan monopoli usaha.Peghentian itu diputuskan karena sudah sesuai dengan prosedur.

"Sudah dijalankan sesuai aturan, mulai proses pengumpulan alat bukti, hingga proses klarifikasi. Tapi pada kesimpulannya (dihentikan) itu tentu sudah dilakukan tim dan dilaporkan ke pimpinan. Penghentian itu tidak serta merta dilakukan (ada proses). Intinya sesuai dengan proses dan prosedur yang sudah ada," tuturnya menjelaskan.

Pewarta: M Darwin Fatir

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021