Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Sumatera Barat mengungkap terjadinya penggelembungan harga pengadaan hand sanitizer sebesar Rp4,9 miliar di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar dalam rangka penanggulangan COVID-19 tahun anggaran 2020.
"Berdasarkan hasil audit dalam rangka kepatuhan atas penanganan pandemi COVID-19 ditemukan penggelembungan harga pengadaan hand sanitizer senilai Rp4,9 miliar yang harus dikembalikan ke kas negara hingga akhir Februari 2021," kata Kepala BPK perwakilan Sumbar Yusnadewi di Padang, Kamis.
Baca juga: Sekdes tersangka korupsi dana bansos COVID-19 di Bogor masih buron
Menurut dia berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK yang telah disampaikan pada 28 Desember 2020, BPBD Sumbar berkewajiban mengembalikan uang senilai Rp4,9 miliar.
Merujuk kepada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Sumbar, pengadaan hand sanitizer di BPBD berawal dari pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19.
Ada dua jenis ukuran hand sanitizer yang diadakan yaitu ukuran 100 mililiter dan 500 mililiter.
BPBD Sumbar mengadakan kontrak pengadaan hand sanitizer 100 mililiter dengan tiga penyedia yaitu CV CBB, CV BTL dan PT MPM.
BPK Sumbar menemukan penggelembungan harga untuk hand sanitizer 100 mililiter senilai Rp1.872.000.000.
Dalam pelaksanaan ditemukan ketiga penyedia mengambil hand sanitizer dari PT NBF yang kemudian dikemas dalam botol berlogo BPBD.
BPK menilai penunjukan penyedia tidak mempertimbangkan pengalaman perusahaan penyedia dan hanya menunjuk penyedia atas kesiapan menyiapkan barang secara cepat.
Yang mengejutkan tiga penyedia tersebut ternyata baru memperoleh izin usaha farmasi kesehatan pada 2020.
CV BTL sebelumnya bergerak di bidang perdagangan besar tekstil dan pakaian beralamat di Jalan S Parman no 225 Ulak Karang Padang dan PT MPM beralamat di Jalan Raya Padang-Painan km 17 Bungus.
Sementara CV CBB baru didirikan Juni 2020 berkegiatan di perdagangan besar laboratorium dan farmasi yang artinya belum berpengalaman pada pengadaan barang sejenis beralamat di Pangeran Hotel Jalan S Parman Padang.
Baru delapan hari berdiri CV CBB sudah mendapatkan penunjukan langsung pengadaan thermo gun dan dua hari kemudian pengadaan hand sanitizer.
Dari temuan BPK, CV CBB berkantor di alamat yang sama dengan PT UCHT yang bergerak di bidang tour dan travel yang juga terdaftar sebagai penyelenggara umrah serta money changer.
Berdasarkan wawancara BPK dengan Kalaksa BPBD Sumbar bisnis money changer PT UCHT dikelola oleh YD yang merupakan menantunya
Saat dilakukan konfirmasi kepada PT NBF selaku produsen terungkap ada indikasi peminjaman nama dalam pemesanan hand sanitizer.
Pemesanan hand sanitizer tersebut tidak menggunakan nama tiga perusahaan penyedia yang ditunjuk melainkan atas nama TS yang merupakan istri dari Kalaksa BPBD Sumbar.
Selain itu terungkap harga hand sanitizer di PT NBF ternyata Rp9.000 per botol dan dihargai menjadi Rp35 ribu per botol
Tidak hanya itu BPK juga menemukan pembayaran kepada penyedia menggunakan uang tunai yang jelas bertentangan dengan instruksi gubernur Sumbar soal pelaksanaan transaksi nontunai.
Sementara untuk hand sanitizer ukuran 500 mililiter ditemukan penggelembungan harga Rp2.975.000.000.
Hand sanitizer ukuran 500 mililiter disediakan PT AMS yang sudah berdiri sejak 2016 dan bergerak di bidang konstruksi dan baru mendapat izin perdagangan besar farmasi pada November 2020.
Dari semua surat penawaran yang ditujukan empat perusahaan tersebut ke BPBD Sumbar kalimat pembuka, isi dan penutup memiliki redaksi yang sama.
Terungkap hand sanitizer 500 mililiter diproduksi oleh PT KI Tbk namun yang memesan bukan PT AMS melainkan Direktur CV CBB.
Untuk pembayaran kepada PT KI tidak dilakukan oleh PT AMS melainkan oleh YD yang merupakan menantu Kalaksa BPBD dan anak kandungnya RRR.
Harga wajar hand sanitizer 500 mililiter adalah Rp40 ribu namun digelembungkan menjadi Rp110 ribu.
Atas dasar temuan tersebut BPK meminta pengembalian uang ke kas negara Rp4,9 miliar hingga 28 Februari 2021.
"Hingga saat ini uang yang sudah dikembalikan baru Rp1,1 miliar," kata Yusnadewi.
"Jika sampai batas waktu yang ditetapkan belum dikembalikan seluruhnya pihaknya akan meneruskan ke BPK pusat untuk kemudian diputuskan apakah akan diteruskan ke Aparat Penegak Hukum," ujarnya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Berdasarkan hasil audit dalam rangka kepatuhan atas penanganan pandemi COVID-19 ditemukan penggelembungan harga pengadaan hand sanitizer senilai Rp4,9 miliar yang harus dikembalikan ke kas negara hingga akhir Februari 2021," kata Kepala BPK perwakilan Sumbar Yusnadewi di Padang, Kamis.
Baca juga: Sekdes tersangka korupsi dana bansos COVID-19 di Bogor masih buron
Menurut dia berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK yang telah disampaikan pada 28 Desember 2020, BPBD Sumbar berkewajiban mengembalikan uang senilai Rp4,9 miliar.
Merujuk kepada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Sumbar, pengadaan hand sanitizer di BPBD berawal dari pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19.
Ada dua jenis ukuran hand sanitizer yang diadakan yaitu ukuran 100 mililiter dan 500 mililiter.
BPBD Sumbar mengadakan kontrak pengadaan hand sanitizer 100 mililiter dengan tiga penyedia yaitu CV CBB, CV BTL dan PT MPM.
BPK Sumbar menemukan penggelembungan harga untuk hand sanitizer 100 mililiter senilai Rp1.872.000.000.
Dalam pelaksanaan ditemukan ketiga penyedia mengambil hand sanitizer dari PT NBF yang kemudian dikemas dalam botol berlogo BPBD.
BPK menilai penunjukan penyedia tidak mempertimbangkan pengalaman perusahaan penyedia dan hanya menunjuk penyedia atas kesiapan menyiapkan barang secara cepat.
Yang mengejutkan tiga penyedia tersebut ternyata baru memperoleh izin usaha farmasi kesehatan pada 2020.
CV BTL sebelumnya bergerak di bidang perdagangan besar tekstil dan pakaian beralamat di Jalan S Parman no 225 Ulak Karang Padang dan PT MPM beralamat di Jalan Raya Padang-Painan km 17 Bungus.
Sementara CV CBB baru didirikan Juni 2020 berkegiatan di perdagangan besar laboratorium dan farmasi yang artinya belum berpengalaman pada pengadaan barang sejenis beralamat di Pangeran Hotel Jalan S Parman Padang.
Baru delapan hari berdiri CV CBB sudah mendapatkan penunjukan langsung pengadaan thermo gun dan dua hari kemudian pengadaan hand sanitizer.
Dari temuan BPK, CV CBB berkantor di alamat yang sama dengan PT UCHT yang bergerak di bidang tour dan travel yang juga terdaftar sebagai penyelenggara umrah serta money changer.
Berdasarkan wawancara BPK dengan Kalaksa BPBD Sumbar bisnis money changer PT UCHT dikelola oleh YD yang merupakan menantunya
Saat dilakukan konfirmasi kepada PT NBF selaku produsen terungkap ada indikasi peminjaman nama dalam pemesanan hand sanitizer.
Pemesanan hand sanitizer tersebut tidak menggunakan nama tiga perusahaan penyedia yang ditunjuk melainkan atas nama TS yang merupakan istri dari Kalaksa BPBD Sumbar.
Selain itu terungkap harga hand sanitizer di PT NBF ternyata Rp9.000 per botol dan dihargai menjadi Rp35 ribu per botol
Tidak hanya itu BPK juga menemukan pembayaran kepada penyedia menggunakan uang tunai yang jelas bertentangan dengan instruksi gubernur Sumbar soal pelaksanaan transaksi nontunai.
Sementara untuk hand sanitizer ukuran 500 mililiter ditemukan penggelembungan harga Rp2.975.000.000.
Hand sanitizer ukuran 500 mililiter disediakan PT AMS yang sudah berdiri sejak 2016 dan bergerak di bidang konstruksi dan baru mendapat izin perdagangan besar farmasi pada November 2020.
Dari semua surat penawaran yang ditujukan empat perusahaan tersebut ke BPBD Sumbar kalimat pembuka, isi dan penutup memiliki redaksi yang sama.
Terungkap hand sanitizer 500 mililiter diproduksi oleh PT KI Tbk namun yang memesan bukan PT AMS melainkan Direktur CV CBB.
Untuk pembayaran kepada PT KI tidak dilakukan oleh PT AMS melainkan oleh YD yang merupakan menantu Kalaksa BPBD dan anak kandungnya RRR.
Harga wajar hand sanitizer 500 mililiter adalah Rp40 ribu namun digelembungkan menjadi Rp110 ribu.
Atas dasar temuan tersebut BPK meminta pengembalian uang ke kas negara Rp4,9 miliar hingga 28 Februari 2021.
"Hingga saat ini uang yang sudah dikembalikan baru Rp1,1 miliar," kata Yusnadewi.
"Jika sampai batas waktu yang ditetapkan belum dikembalikan seluruhnya pihaknya akan meneruskan ke BPK pusat untuk kemudian diputuskan apakah akan diteruskan ke Aparat Penegak Hukum," ujarnya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021