Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang bersama para Pengawas SD dan SMP beserta Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda Pandeglang, menggelar rapat pembahasan draft Peraturan Bupati Pandeglang tentang Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Daerah pada Jenjang SD dan SMP di Kabupaten Pandeglang.

Ketua MGMP Bahasa Sunda Pandeglang, Wildan Fisabililhaq, S.Pd. di Pandeglang, Jumat (17/7) menegaskan, pertemuan ini berdasarkan pada kajian akademik dan analisis pemilihan mulok di Pandeglang yang disusun oleh MGMP Bahasa Sunda pada bulan Juni 2020. 

Ia mengatakan, respon stakeholder terkait perihal kajian tersebut sangat progresif, mengingat payung hukum pengembangan bahasa daerah sudah sangat jelas tertuang pada beberapa peraturan, di antaranya: UUD 1945 Pasal 1 dan 2; UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, Pasal 42 Ayat (1) dan Ayat (2) mengenai perlindungan bahasa daerah; Permendikbud Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan; dan peraturan lainnya.

Wildan juga menegaskan, pada kajian yang sudah dilakukan, dan dari hasil survei yang telah dianalisis oleh MGMP, sekitar 50 persen satuan pendidikan (sekolah) memilih hanya satu mulok saja, 30 persen sekolah memilih lebih dari satu mulok dan sisanya 20 persen sekolah di Pandeglang cenderung kebingungan memilih mata pelajaran, karena pada Surat Keputusan Bupati Pandeglang No.423.5/KEP.304-Huk/2017 diberikan beberapa pilihan yaitu jenjang SD (bahasa Sunda, BTQ, dan bahasa Inggris), sedangkan jenjang SMP (bahasa Sunda, BTQ dan PLH). 

Lebih jauh Wildan mengungkapkan, alasan dari sekolah yang memilih satu mulok saja di antaranya, satu, beban kurikulum 2013 yang sangat padat. Kedua pemertahanan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu. Yang ke tiga, linearitas guru terhadap kode sertifikasi, dan sebagainya. 

"Hal lain di beberapa sekolah tidak memilih bahasa Sunda sebagai mulok, karena tidak ada guru yang berkompeten," katanya. 

Hal tersebut kata dia, dapat dilihat pada realitas di Pandeglang sejak tahun 2011 tidak ada lagi perekrutan CPNSD untuk kuota guru bahasa Sunda.

Namun demikian, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang, Dr. Sutoto menjelaskan, meskipun penambahan untuk guru bahasa Sunda belum terlaksana terkait moratorium Kemenpan-RB, solusi tidak adanya guru yang berkompeten bisa disiasati dengan aktifitas diforum MGMP dengan melakukan pelatihan-pelatihan terhadap guru yang notabene bukan dari kualifikasinya.

"Dalam hal ini sarjana bahasa daerah (Sunda). Kita bisa bandingkan jika di sekolah tidak ada guru mapel wajib tetap saja pembelajaran bisa berlangsung meskipun tidak ada guru yang linear, kenapa tidak disamakan saja proporsionalnya terhadap mapel mulok bahasa Sunda,” kata Dr. Sutoto 

Sekdis menegaskan kembali terhadap guru PAI yang kekurangan jam mengajar tidak lantas menambah mapel baru untuk melengkapi syarat terpenuhinya 24 jam.

"Tetapi kita juga harus merujuk pada naungan hukum, dalam hal ini guru PAI di bawah koordinasi Kementerian Agama ditegaskan pada KMA No. 890 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemenuhan Beban Kerja Guru Madrasah yaitu bisa terpenuhi dengan sangat leluasa," ungkapnya. 

Menurutnya, Bahasa Sunda dijadikan sebagai mulok utama di Pandeglang terkait, satu, kesiapan perangkat kurikulum, kajian akademik dan buku ajar yang tertuang dalam Permendikbud No. 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.

Ke dua, kode mata pelajaran yang sudah tercantum pada Permendikbud, No. 16 Tahun 2019 tentang penataan linearitas guru bersertifikat, dan tiga, syarat dijadikannya mulok adalah harus berbentuk mata pelajaran, berisi materi yang bersifat lokal dengan alokasi waktu tersendiri dan tidak terintegrasi (Buku Pengembangan Muatan Lokal: Arikunto, dkk. tahun 2002).

“Ke depan, dengan diberlakukannya perbup ini, beberapa pembiasaan untuk mengembangkan bahasa daerah tidak hanya di satuan pendidikan saja, tetapi semua pihak harus ikut mendukung pelestarian bahasa daerah di Kabupaten Pandeglang. 

Sekdis menambahkan, salah satu agenda yang direncanakan dan digaungkan adalah pembiasaan memakai bahasa Sunda Pandeglang, yaitu “Kemis Nyunda”, dan tagline pengembangan tradisi lisan di kecamatan-kecamatan dengan diaplikasikannya “satu daerah, satu cerita” itu diupayakan secara optimal.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pandeglang Drs. H. Taufik Hidayat, M.Pd. menyampaikan pula pada pertemuan lain. “Basa cicirén bangsa, lamun ilang basana ilang ogé bangsana," katanya.

Di akhir Ketua MGMP Bahasa Sunda Pandeglang, Wildan  menegaskan kembali yang disampaikan kadis, yang berarti, bahasa adalah ciri bangsa, hilang bahasanya, hilang pula peradaban bangsanya.




 

Pewarta: Lukman Hakim

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020