Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi melalui penasihat hukumnya menegaskan keinginannya untuk bebas dari seluruh tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Kami berharap majelis hakim memutuskan bebas atau lepas dari tuntutan, karena saudara mantan Menpora Imam Nahrawi tidak tahu menahu perkara yang didakwakan kepada yang bersangkutan," kata penasihat hukum Imam, Samsul Huda, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan ketua majelis Rosmina rencananya akan membacakan vonis terhadap Imam Nahrawi pada hari ini.
JPU KPK menuntut Imam agar divonis selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
JPU KPK juga mewajibkan Imam Nahrawi membayar uang pengganti sebesar Rp19.154.203.882 yaitu sejumlah suap dan gratifikasi yang dinikmati Imam.
"Memang semua tuduhan tidak terbukti. Dia hanya menjadi korban persekongkolan jahat pihak-pihak lain yang justru menjadi pelaku tindak pidana korupsi," tambah Samsul.
Menurut Samsul, Imam pun tidak punya persiapan khusus menjelang vonis tersebut. Imam rencananya akan mengikuti pembacaan vonis secara "online" dari gedung KPK.
"Kami sudah bantah semua tuduhan sebagaimana dijelaskan dalam pledoi pribadi dan pledoi tim penasihat hukum," ungkap Samsul.
Dalam perkara ini, Imam Nahrawi didakwa dengan dua dakwaan. Pertama, Imam bersama bekas asisten pribadinya Miftahul Ulum dinilai terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.
Selanjutnya dalam dakwaan kedua, Imam Nahrawi bersama-sama Ulum didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp8,648 miliar yang berasal dari sejumlah pihak.
Terkait perkara ini, Miftahul Ulum selaku eks asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 15 Juni 2020 lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
"Kami berharap majelis hakim memutuskan bebas atau lepas dari tuntutan, karena saudara mantan Menpora Imam Nahrawi tidak tahu menahu perkara yang didakwakan kepada yang bersangkutan," kata penasihat hukum Imam, Samsul Huda, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan ketua majelis Rosmina rencananya akan membacakan vonis terhadap Imam Nahrawi pada hari ini.
JPU KPK menuntut Imam agar divonis selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
JPU KPK juga mewajibkan Imam Nahrawi membayar uang pengganti sebesar Rp19.154.203.882 yaitu sejumlah suap dan gratifikasi yang dinikmati Imam.
"Memang semua tuduhan tidak terbukti. Dia hanya menjadi korban persekongkolan jahat pihak-pihak lain yang justru menjadi pelaku tindak pidana korupsi," tambah Samsul.
Menurut Samsul, Imam pun tidak punya persiapan khusus menjelang vonis tersebut. Imam rencananya akan mengikuti pembacaan vonis secara "online" dari gedung KPK.
"Kami sudah bantah semua tuduhan sebagaimana dijelaskan dalam pledoi pribadi dan pledoi tim penasihat hukum," ungkap Samsul.
Dalam perkara ini, Imam Nahrawi didakwa dengan dua dakwaan. Pertama, Imam bersama bekas asisten pribadinya Miftahul Ulum dinilai terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.
Selanjutnya dalam dakwaan kedua, Imam Nahrawi bersama-sama Ulum didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp8,648 miliar yang berasal dari sejumlah pihak.
Terkait perkara ini, Miftahul Ulum selaku eks asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 15 Juni 2020 lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020